Mesias Politik dan Yesus Mesias Relevansinya Bagi Pemimpin Kristiani

Oleh :Sekundus Ikun, Mahasiswa Fakultas Filsafat Agama Unwira Kupang

MANUSIA adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial, dalam mempertahankan eksistensinya ia tidak pernah luput dari problem dirinya sendiri maupun lingkungan sosial masyarakat.

Untuk menghadapi problem-problem hidup, baik internal maupun eksternal, manusia membutuhkan suatu kualitas personal yang bermutu agar segala konflik yang dihadapi dapat terselesaikan dengan baik.

Manusia adalah makhluk paradox, bagaimanapun selalu mendambakan keadilan dan damai dalam hidupnya karena tujuan hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan. Esse es coesse/ ada selalu ada bersama yang lain, dalam kehidupan bersama yang lain manusia selalu memiliki tendensi untuk menguasai yang lain sehingga yang kuat menjadi penguasa, sedangkan yang lemah menjadi korban dari pihak yang memiliki kemampuan yang mumpuni.

Mesias berarti seseorang yang diurapi dan memiliki kemampuan inteligensi yang tinggi dalam berbagai bidang, baik dalam bidang agama, ekonomi maupun sosial politik.

Bangsa Yahudi sangat mengharapkan seorang mesias yang bersikap altruistis karena melihat moral para pemimpin Romawi yang telah bejat atau tidak ada lagi nilai humanis sebagai seorang pemimpin. Sebagai seorang pemimpin harus bersikap adil, jujur terhadap masyarakat.

Yesus Mesias hadir di tengah umat manusia untuk melawan segala tindakan ketidakadilan tanpa kekerasan.

Yesus Mesias datang untuk memulihkan harkat dan martabat manusia.

Konsep Mesias Yahudi adalah seseorang yang diurapi dan memiliki kemampuan mumpuni dalam berbagai bidang, baik pengetahuan, ekonomi, sosial politik, agama maupun militer, agar dapat menghantar bangsa Yahudi pada gerbang kemerdekaan. Kekuasaan Romawi pada bangsa Yahudi membuat orang Yahudi jatuh dalam keterpurukan karena sebagian besar dari hasil karya tangan mereka harus diberikan kepada pemimpin Romawi.

Penindasan dan ketidakadilan inilah yang menggerakan hati dan akal bangsa Yahudi untuk memilih berperang melawan realitas yang tidak menyenangkan dan mengharapkan seorang mesias yang memiliki kecerdikan dan ketulusan untuk mengatur strategi perang melawan para penjajah, tetapi harapan mereka berbanding terbalik. Yesus Mesias datang menghadapi segala problem dengan cara kekerasan.

Yesus Mesias tampil dengan penuh kerendahan hati, dan melawan semua tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kekuasaan Romawi dengan penuh kesederhanaan. Kekuasaan Romawai terhadap bangsa Yahudi sangat tidak manusiawi, namun Yesus Mesias tidak membalas kejahatan dengan kejahatan melainkan tetap mempertahankan identitas-Nya sebagai Mesias nirkekerasan karena Yesus sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Yesus Mesias menghadapi semua konflik tanpa kekerasan dan menerima penderitaan salib.

Salib merupakan pilihan Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia dari kuasa kegelapan maut.

Mesias nirkekerasan menjadi sebuah makna baru yang diperkenalkan oleh Yesus.

Yesus memperkenalkan makna ini di tengah masyarakat yang penuh dengan kekerasan. Masyarakat yang dituju oleh Yesus adalah orang-orang Yahudi yang sedang mengalami kekerasan di bawah pemerintahan Romawi. Lalu bagaimana hal itu bisa diterima oleh masyarakat saat itu? Dalam sebuah tesis yang berjudul Mesia nirkekerasan terhadap suruhan dikatakan bahwa penyaliban Yesus dinilai sebagai bentuk kekecewaan atas identitas Mesias nirkekerasan yang ditunjukkan Yesus. Namun sebagian masyarakat lain dapat menerima identitas Yesus itu dan mengikuti identitas itu sehingga terbentuklah sebuah komunitas yang percaya kepada Yesus serta menerima identitas Yesus sebagai Mesias nirkekerasan.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa karena ia diciptaan secitra dengan Allah.

Manusia diberi akal budi dan kekuasaan untuk menjadi co-creator Allah namun manusia telah jatuh dalam dosa karena salah menggunakan kekuasaaan yang telah diberikan oleh Allah Sang Pencipta.

Manusia yang paradoksal ini menjadi homo hominilupus (mangsa bagi sesama) dalam kepemimpinannya bagi sesamanya dalam suatu wilayah teritorial hal ini karena manusia tidak menyadari bahwa Allah hadir dalam diri sesama manusia. Kekuasaan Romawi yang menindas bangsa Yahudi karena dalam kepemimpinan tidak berbasiskan iman akan Allah melainkan mereka hanya mencari kekuasaaan dan popularitas diri.

Yesus Mesias tampil dengan kesederhanaan Ia menuntun setiap pribadi yang datang kepada-Nya pada jalan yang benar tanpa adanya kekerasan. Yesus memiliki sikap altruis terhadap umat manusia Ia menjunjung tinggi martabat manusia dalam kepemimpinan-Nya sebagai Raja penyelamat dunia.

Sebagai seorang pemimpin Kristiani yang merupakan bagian yang integral dari anggota Gereja patut mencontohi Yesus Mesias dalam memimpin masyarakat di tengah kanca kiprah kehidupan dunia agar dapat melayani Tuhan, diri sendiri dan sesama dengan adil dan bijaksana. Allah memanggil pria dan wanita untuk melayani-Nya dalam diri sesama manusia di berbagai aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, agama, maupun sosial politik. Dalam bidang ekonomi melayani dengan kasih berarti melayani sesama manusia yang menderita yang membutuhkan sandang, pangan dan papan dengan ramah.

Di bidang agama dipanggil untuk menghantar setiap orang semakin dekat dengan Tuhan melalui ibadah bersama sebelum dan sesudah melaksanakan suatu kegiatan bersama masyarakat sesuai dengan keyakinan dari masing-masing agama dan juga melibatkan seluruh masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan rohani karena dengan demikian orang semakin mengenal Allah yang Maha Esa dengan sungguh-sungguh.

Sedangkan di ranah politik harus bercermin pada Yesus sebagai model politik dimana Yesus terlibat dalam kehidupan politik bangsa Yahudi.

Namun keterlibatan-Nya adalah keterlibatan etis dan politis pembawa daya ubah.

Motif berpolitik tersebut mengafirmasikan bahwa Yesus Mesias menunjukkan sikap altruis-Nya kepada masyarakat bukan kekuasaan dan popularitas diri yang dicari, melainkan bonum commune yang diperjuangkan bagi seluruh umat manusia. Dengan demikian, sebagai seorang pemimpin yang memiliki status quo bukan untuk menindas rakyat atau bangsa yang dipimpin tanpa mempertimbangkan aspek kemanusiaannya melainkan sebuah kesempatan yang berharga untuk menjadi seorang pelayan Allah yang penuh ketulusan hati demi kemuliaan Allah semesta alam.(***)

Bagikan