Oleh : Meridian Dewanta,SH, Advokat Peradi/Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia NTT
DIINFORMASIKAN PT. Kelimutu Permata Nusantara menjadi pemenang tender proyek yang bersumber dari Dana Inpres Tahun 2023 untuk paket pengerjaan ruas Jalan Ndona – Aekipa sepanjang 6,2 KM di Kabupaten Ende dengan pagu dana sebesar Rp 18,6 miliar.
PT. Kelimutu Permata Nusantara dimenangkan dengan penawaran sebesar Rp 17,6 miliar lebih.
Dalam pelaksanaan pembangunan jalan tentu saja membutuhkan ketersediaan material, khususnya Galian C.
Oleh karena itu, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) X NTT bersama jajarannya harus memastikan bahwa ketersediaan material Galian C oleh PT. Kelimutu Permata Nusantara untuk pengerjaan ruas Jalan Ndona – Aekipa benar-benar memiliki legalitas Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Direktorat Jendral Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tanggal 28 Mei 2018 melalui surat bernomor HK 0207 – Db/584 perihal arahan terkait Izin Usaha Pertambangan, telah menginstruksikan kepada Kepala Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional I – XVIII bahwa dalam pelaksanaan pembangunan dan preservasi jalan yang tidak terlepas dari kegiatan yang membutuhkan ketersediaan material agar berpedoman pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2017 tentang Perizinan Pertambangan di Bidang Mineral dan Batubara.
Dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 Tahun 2017 itu mengatur bahwa segala bentuk usaha pertambangan termasuk jenis kegiatan eksplorasi, membeli, mengangkut, mengolah dan menjual harus mempunyai Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Diinstruksikan pula bahwa untuk menghindari permasalahan pelaksanaan kontrak yang diakibatkan oleh hal yang terkait perizinan pertambangan, maka dalam evaluasi teknis metodologi pelaksanaan pada tahap pelelangan wajib dilakukan evaluasi dan klarifikasi terkait jaminan ketersediaan material yang akan digunakan dengan disertai bukti Izin Usaha Pertambangan.
Apabila ketersediaan material dilakukan dengan cara pembelian, maka harus dipastikan bahwa tempat usaha yang akan menyediakan material tersebut memiliki Izin Usaha Pertambangan.
Selanjutnya, pada saat Rapat Persiapan Pelaksanaan Konstruksi (Pre-Construction Meeting/PCM), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib memeriksa kembali terkait ketersediaan material yang akan digunakan yang dibuktikan dengan Izin Usaha Pertambangan.
Arahan Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR tanggal 28 Mei 2018 melalui surat bernomor HK 0207 – Db/584 itu merupakan instruksi yang harus dilaksanakan oleh Kepala Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional I – XVIII sehingga
ketersediaan material dalam pelaksanaan proyek pembangunan jalan benar-benar memiliki legalitas dalam izin usaha pertambangannya.
Pada bulan Januari 2022, PT. Kelimutu Permata Nusantara selaku kontraktor yang mengerjakan paket Rehabilitasi ruas Jalan Wologai – Detukeli di Kabupaten Ende, pernah diprotes dan hendak dilaporkan ke Polda NTT oleh warga masyarakat karena diduga menggunakan material Galian C ilegal.
Dalam pemberitaan di media massa pada awal tahun 2022, terbetik kabar bahwa aktivitas tambang Galian C oleh PT. Kelimutu Permata Nusantara diduga telah merambah hutan dan dilakukan tanpa izin dan sepengetahuan aparatur pemerintah setempat.
Kita semua berharap ketersediaan Material Galian C yang akan digunakan oleh PT. Kelimutu Permata Nusantara dalam proyek pengerjaan ruas jalan Ndona – Aekipa, disertai bukti Izin Usaha Pertambangan.
Bila dalam proyek pengerjaan ruas jalan Ndona – Aekipa, PT. Kelimutu Permata Nusantara ternyata terbukti menggunakan material Galian C ilegal, maka Kepala BPJN X NTT dan jajarannya patutlah dimintai pertanggungjawabannya, bahkan seharusnya PT. Kelimutu Permata Nusantara sedari awal tidak boleh dimenangkan dalam lelang/tender proyek dimaksud.
Patut diingat bahwa tindakan menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan material Galian C ilegal juga bisa dikategorikan sebagai tindak pidana pertambangan sesuai Pasal 161 Jo. Pasal 35 Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menyebutkan setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian, Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, Pengangkutan, Penjualan Mineral dan/atau Batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3) huruf c dan huruf g, Pasal 104, atau Pasal 105 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (**)