Dugaan Pemalsuan Surat di Agape, Rudi : Tidak Merugikan Siapapun

KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Rudi Tonubes, SH, kuasa hukum terlapor PEM, Ketua Majelis Jemaat GMIT Agape Kupang menilai, delik yang diadukan berkaitan dengan dugaan pemalsuan surat berupa SK Majelis Jemaat GMIT Agape Kupang Nomor 012/SK/MJAGAPE /VI/2022 tanggal 3 Juni 2022 tentang pengangkatan susunan lengkap Yayasan Hosana Agape Kupang Periode 2022- 2027 yang mencatunkam sebuah frase dengan tulisan hasil rapat anggota lengkap itu tidak merugikan siapapun, baik pelapor maupun Yayasan Misi Agape Kupang.

“Konsep rapat anggota lengkap itu, itu adalah konsep yang ada di dalam anggaran dasar (AD) dari  Yayasan Misi Agape Kupang,” tegas Rudi saat konferensi pers yang digelar Dewan Pimpinan Wilayah Ormas Patriot Perjuangan Bangsa Provinsi NTT di Hotel Naka Kupang, Rabu {8/11/2023}.

Lebih lanjut Rudi menjelaskan, anggota Jemaat melekat pada dua predikat, predikat sebagai anggota  jemaat di satu sisi, dan di sisi yang lain mereka adalah anggota aktif  Yayasan Misi Agape Kupang berdasarkan anggaran dasar {AD}.

Ketika mereka berkumpul dalam suatu forum yang namanya rapat istimewa, kata Rudi,  mereka menyampaikan aspirasi, kemudian aspirasi itu diterjemahkan oleh majelis  seolah-olah informasi itu lahir dari sebuah forum yang disebut rapat anggota lengkap.

Kata Rudi, ini hanya soal hak untuk kelola Yayasan Misi  Agape Kupang yang faktor ikutannya adalah semua aset yayasan.

Versi  JM (pelapor) dalam kasus dugaan pemalsuan surat tersebut menurut Rudi, dia (JM,red) merasa lebih berhak mengelola Yayasan Misi Agape Kupang. Sementara, beliau (JM,red) punya masa kepengurusannya sudah selesai.

Dalam masalah dugaan pemalsuan surat ini, tukas Rudi,  dia (JM) menyatakan dirinya sebagai Ketua Badan Pengawas  Yayasan Misi Agape Kupang Periode terakhir 2004. “Bagaimana mungkin, masa jabatannya sudah berakhir  Tahun 2004, tetapi masih menuntut bahwa dia yang lebih berhak untuk mengurus Yayasan Misi Agape Kupang.

Dalam konsep hukum, ini tindakan di luar batas kewenangan dari sisi batas waktu kepengurusannya,” tandas Rudi.

Ia mengisahkan, pada saat JM sebagai Ketua Badan Pengawas Yayasan Misi Agape Kupang sampai Tahun 2004, terlapor PEM saat itu (sekarang  Ketua Majelis Jemaat GMIT Agape Kupang) hanya sebagai anggota aktif karena dia adalah anggota Jemaat Agape Kupang. Setelah JM selesai masa jabatannya, ujar dia,  PEM  diangkat menjadi  Ketua Majelis Jemaat GMIT Agape Kupang.

Saat PEM menjadi Ketua Majelis Jemaat GMIT Agape Kupang, Jemaat bersepakat untuk menghidupkan kembali yayasan, dan ada kesepakatan menggunakan kebijakannya sesuai anggaran dasar (AD)  yang dimuat dalam Akta Nomor 3  Tahun 2021 yang di dalamnya mengatur organ-organ yayasan.

Dari sisi Badan Pengawas, lanjutnya, memang orangnya masih ada, tapi masa kepengurusannya sudah selesai, kecuali jabatan ex offecio termasuk anggota kehormatan. Yang masih ada hubungan hukum dengan organ yayasan itu menurut Rudi,  cuma dua elemen,  yaitu elemen pertama adalah Ketua Majelis Jemaat GMIT  Agape Kupang  ex  offecio sebagai salah satu anggota Badan Pengawas, dan kedua adalah anggota Jemaat Agape Kupang yang ex offecio menjadi anggota aktif.

Masalah ini, menurut hemad dia,  sebenarnya diselesaikan di tingkat internal saja dengan cara bijaksana untuk kepentingan seluruh jemaat dan tidak perlu dibawa ke meja hijau seperti yang terjadi saat ini.

Bagi Rudi, penyelesaiannya  cuma dua cara, pertama,  bagaiamana melakukan reposisi Yayasan Misi Agape Kupang dan kedua, validasi berdasarkan ketentuan UU tentang yayasan, sehingga semua aset langsung terikat dengan yayasam itu sendiri.

Pada tempat yang sama, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ormas Patriot Perjuangan Bangsa Provinsi NTT, Melki Nona, SH yang menggagas konferensi pers hari itu sekaligus  mengkawal kasus yang menimpa terlapor PEM,dkk  itu melihat ada indikasi beberapa kejanggalan yang ditemukannya dalam kasus itu.

Untuk melihat terang benderang kronologis kasus yang menimpa terlapor PEM tersebut, ia menghadirkan narasumber Rudi Tonubesi,SH, selaku kuasa hukum terlapor PEM lewat konferensi pers hari itu.

Lewat konferensi pers ini, Melki bersama kawan-kawannya mau mendengar secara langsung dari mulut kuasa hukum terlapor PEM dan keluarganya terkait kronologis masalah yang terjadi di tubuh Yayasan Misi Agape Kupang.

Melki mengaku, beberapa minggu lalu, ia bersama teman-temannya dari DPW Ormas Patriot Perjuangan Bangsa Provinsi NTT sempat mengunjungi saudara PEM di  tahanan Polda NTT, yang ditahan sejak 19 Oktober 2023, dan sudah diperpanjang lagi  masa  tahanannya hingga  40 hari ke depan, terhitung sejak  8 November 2023.

Laporan dugaan pemalsuan surat dengan pelapor JM dan terlapor PEM,dkk menurut informasi yang diperoleh Melki, berawal  ketika terlapor mau menyimpan uang  milik Yayasan Misi  Agape Kupang di salah satu bank di Kota Kupang dengan tujuan untuk menyamankan uang milik   yayasan.

PEM melakukan itu,  kata Melki, atas dasar SK Kepengurusan sebagai Ketua Majelis Yayasan Misi Agape Kupang,  namun belum berbadan hukum saat itu dan yang berbadan hukum adalah Yayasan  Hosana  Agape Kupang yang masih berhubungan dengan  Yayasan Misi Agape Kupang.

Karena pihak bank membutuhkan badan hukum, maka dipakailah Yayasan  Hosana Agape Kupang sebagai kop surat saat melakukan penyimpanan uang milik yayasan  waktu itu, tapi  oleh pelapor JM  melihat itu sebagai pemalsuan surat hingga berujung ke masalah hukum saat ini, urai Melki.

Terlapor PEM, menurut Melki,  tidak punya niat jahat hanya memerlukan legalitas berbadan hukum karena  Yayasan Misi Agape  Kupang waktu  itu memang belum berbadan hukum, sehingga menggunakan nama Yayasan Hosana Agape Kupang untuk melanjutkan Yayasan Misi Agape Kupang.

Dengan adanya perubahan itu, sambung Melki,  maka dibuatlah kop surat saat penyimpanan uang itu di bank dengan  menggunakan nama Yayasan Hosana Agappe Kupang untuk melanjutkan Yayasan Misi Agape Kupang tadi.

Kata Melki, apa yang dilakukan terlapor saat itu bukan untuk keuntungan pribadi, justru untuk mengamankan uang itu demi kepentingan bersama dan penyimpanannya pun atas nama Yayasan Hosana Agape Kupang untuk melanjutkan Yayasan Misi Agape Kupang.

Kepada penyidik kepolisian, Melki minta, untuk melihat kasus ini secara  tegak lurus sesuai  konstruksi hukum yang berlaku, sehingga tidak  mengorbankan salah satu pihak.

Melki juga sepakat, persoalan yang tengah dihadapi cukup diselesaikan secara internal dan inheren, tidak perlu sampai ke rana hukum, dan semua pihak terkait di dalamnya menempatkan diri sesuai posisinya masing-masing.

Ia berharap,  polisi mendudukan masalah  ini tidak dilihat dari letter late kasusnya, tapi dilihat dari pertimbangan-pertimbangan hukum lain. Dimana, kasus ini bukan suatu kejahatan yang luar biasa seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika.

Lima Kali Kirim Surat Penangguhan

Tony Dima, salah satu  keluarga dekat terlapor PEM mengaku, sudah 5 kali keluarga dan pihak Gereja Agape Kupang mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke penyidik  Polda NTT dengan jaminan, tidak menghilangkan barang bukti, tidak melarikan diri dan tidak mengulangi perbuatannya.

Permohonan penangguhan penahanan yang diajukan keluarga bersama pihak Gereja Agape Kupang itu, , menurut Tony, sampai hari ini belum dikabulkan.

“Saya sebagai kakak kandung terlapor bertanya, mengapa adik saya itu tidak bisa dilakukan penangguhan penahanan berupa tahanan kota. Dia bukan melakukan kejahatan luar biasa seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika. Dia hanya melakukan menurut yang dituduhkan itu adalah pemalsuan surat dan pemalsuan surat ini tidak merugikan siapapun.  Saya menyampaikan terima kasih kepada Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Ormas Patriot Perjuangan Bangsa Provinsi NTT bersama rekan-rekannya yang berkenan memberikan pikiran dan  tenaga untuk mengkawal proses ini hingga menemukan titik terang nanti.

Dari awal, kami keluarga mau damai. Ini bukan barangnya miliknya adik saya PEM dan 8 orang temannya, dan bukan juga barang milik pribadinya pelapor JM. Ini barang milik banyak orang,  kenapa harus  dipersoalkan,” tanya Tony. (red)

Bagikan