AMMARA Kupang Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Matim

KUPANG, NTT PEMBARUAN.com-  Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya ( AMMARA ) Kupang menggelar aksi penolak kehadiran tambang dan pabrik semen   di Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dengan sasaran aksinya  di Kantor DPRD NTT dan Kantor Gubernur, Senin (29/6/2020)

AMMARA menuntut Pemprov NTT dan DPRD NTT  untuk segera menghentikan rencana pendirian pabrik semen dan penambangan batu gamping di Lengko Lolok dan Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur.

Aksinya unjuk  damai yang dilakukan AMMARA Kupang ini dimulai dari depan Pasar Inpres Naikoten I Kupang menuju Kantor DPRD Provinsi NTT dan Kantor Gubernur NTT.  Sepanjang perjalanan menuju Kantor DPRD NTT dan Gubernur NTT, massa membentangkan sejumlah spanduk diantaranya bertuliskan “Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Matim, Pulau Flores”.

Dalam aksi itu, AMMARA Kupang menyampaikan beberapa tuntutan,  pertama,  wilayah yang akan menjadi tempat operasi perusahaan itu mencakup perkampungan warga dan lahan-lahan pertanian yang telah bertahun-tahun menghidupi mereka. Karena itu, relokasi kampung dan alih fungsi lahan pertanian menjadi tak terhindarkan. Relokasi, menurut mereka, tidak sekedar soal pindahnya rumah-rumah warga, tetapi juga tercabutnya komunitas warga dari kampung mereka yang tentu punya nilai budaya dan historis.

Relokasi itu juga berpotensi melahirkan masalah sosial baru, terkait adanya resistensi dari warga-warga di kampung sekitar lokasi baru, yang kini mulai mencuat.

Sementara itu, lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi lokasi tambang dan pabrik semen membuat para petani dan anak cucu mereka kehilangan ruang produksi dan sumber kehidupan. Padahal, UU no. 41/2009 tentang perlindungan lahan pertanian menuntut adanya upaya pemerintah untuk menjaga dan mengembangkan lahan pertanian masyarakat.

Dua,  wilayah di sekitar dua kampung itu merupakan bekas tempat beroperasinya perusahaan tambang mangan selama puluhan tahun, yang faktanya tidak membawa perubahan signifikan bagi situasi kehidupan masyarakat. Salah satu perusahaan yang pernah beroperasi itu adalah PT. Istindo Mitra Perdana, yang masih terkait dengan PT. Istindo Mitra Manggarai.

Aktivitas tambang di sejumlah wilayah itu telah merampas tanah-tanah warga, menyebabkan beberapa orang ditangkap dan dipenjara serta memicu konflik sosial yang berkepanjangan akibat politik adu domba.

Selain itu, perusahaan merusak sistem struktur budaya masyarakat Manggarai, misalnya dengan membentuk  tua adat palsu  (tua adat yang ditunjuk pihak perusahaan). Setelah perusahaan berhenti beroperasi, yang tersisa hanya lingkungan yang rusak, dimana lubang-lubang bekas tambang masih menganga, tanpa ada proses pemulihan.

Tiga, rencana penambangan dan pabrik semen ini yang terintegrasi dengan pembangunan PLTU serta terminal pengepakan dan pelabuhan membawa potensi kerusakan yang dahsyat dan berkepanjangan, mengingat lokasi tambang dan pabrik ini dekat dengan pemukiman warga. Debu yang dihasilkan oleh kegiatan industri semen sejak pada tahap penambangan, berisiko besar bagi kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar. Debu juga berpotensi merusak tanaman dan sumber air.

Hal ini tentu belum termasuk limbah pabrik semen yang masuk ke dalam kategori limbah gas dan limbah B3. Selain itu, proses pembakaran batu bara dari PLTU juga menghasilkan pm2.5, partikel halus yang dihasilkan dari semua jenis pembakaran, termasuk pembangkit listrik. Partikel ini akan menetap di udara dalam jangka waktu lama dan mudah tertiup angin hingga ratusan mil. Pm2.5 ini mengandung senyawa beracun yang jika terhirup dapat masuk hingga aliran darah manusia.

Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan asma, infeksi saluran pernapasan akut, kanker paru-paru dan memperpendek harapan hidup. Tidak hanya itu, PLTU juga menghasilkan emisi nitrogen dioksida (no2) dan sulfur dioksida (so2) yang dapat meningkatkan risiko penyakit pernafasan dan jantung pada orang dewasa.

Bahkan, emisi tersebut dapat menyebabkan hujan asam yang merusak tanaman dan tanah, serta membawa kandungan logam berat beracun, seperti arsenik, nikel, krom, timbal dan merkuri. Akumulasi dari setiap jenis aktivitas yang akan dilakukan pihak perusahaan, jelas tak hanya berisiko bagi masyarakat di Lengko Lolok dan Luwuk, tetapi juga masyarakat sekitar.

Empat,  wilayah yang akan ditambang merupakan satu-satunya ekoregion perbukitan karst di Pulau Flores yang telah disahkan oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.8/ MENLHK /SETJEN /PLA.3/1/2018 tentang penetapan wilayah ekoregion Indonesia.

Wilayah karst ini menjadi regulator air yang menyediakan suplai air bersih bagi daerah sekitarnya, yang memberikan penghidupan bagi ribuan komunitas di belahan barat pulau flores, khususnya dari Reo di Kabupaten Manggarai hingga Riung di Kabupaten Ngada. Karena kawasan ini memiliki fungsi yang sangat vital maka seharusnya dijadikan kawasan lindung ekologis dan tidak diperkenankan untuk dirusak termasuk dengan mengizinkan beroperasinya pertambangan.

Perihal perlindungan karst itu telah diatur dalam UU Nomor 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan lebih spesifik dijabarkan melalui sk menteri lingkungan hidup dan kehutanan, yakni SK  Nomor SK .8/MENLHK/SETJEN /PLA.3/1/2018 tentang penetapan wilayah ekoregion indonesia dan SK  Nomor SK .297/MENLHK /SETJEN /PLA .3/4/2019 tentang daya dukung dan daya tampung air nasional.

Lima, konversi lahan pertanian menjadi pertambangan bertentangan dengan kecenderungan global untuk mengupayakan ketahanan pangan pasca pandemi Covid-19 yang kini masih melanda dunia, termasuk NTT. Pandemi ini setidaknya memberi kita pesan penting untuk memberi perhatian serius pada sektor – sektor yang masih mampu menopang kehidupan kita, bahkan ketika dalam situasi sulit sekalipun seperti saat ini.

Enam, kami berharap bapak gubernur tetap pada komitmen awal yang sering disampaikan saat kampanye untuk tidak menjadikan tambang sebagai pilihan dalam pembangunan di NTT.

Tujuh, daripada mendorong industrik ekstraktif, pemerintah mesti memaksimalkan upaya pemberdayaan untuk masyarakat, terutama di bidang-bidang yang mendukung pembangunan berkelanjutan, termasuk pemenuhan infrastruktur-infrastruktur dasar, seperti pertanian dan air bersih. Kami berharap bapak gubernur membatalkan investasi ini, sehingga generasi masa depan masih bisa menikmati ruang Hidup yang layak, mengingat alam NTT yang kini nikmati saat ini adalah juga milik mereka yang akan datang.

Delapan, secara sosial budaya masyarakat akan kehilangan identitas budayanya yang berhubungan dengan prinsip hidup orang manggarai seperti “ Gendang one lingkon peang, natas bate labar, beo bate kaeng, uma bate duat, wae bate teku agu compang.” Apalagi visi-misi rezim Ande Agas, salah satunya berbicara tentang budaya dan juga secara tegas diatur dalam Perda No 1 tahun 2018 tentang perlindungan, pengakuan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat.

Artinya kalaupun investasi tetap di jalankan maka secara langsung Pemkab Manggarai Timur dengan sengaja berusaha menghapus jejak-jejak budaya orang manggarai khususnya masyarakat di Luwuk dan Lengko Lolok dan mengangkangi janji-janji kampanye pada Pilkada 2018 kali lalu.

Sembilan,  pembangunan pabrik semen tidak urgent. Secara nasional selama 4 tahun terakhir sejak tahun 2016 terjadi surplus kapasitas produksi semen secara nasional sekitar 30% atau sekitar 40 juta ton. Dengan kata lain bahwa utilisasi pabrik semen hanya mencapai 70%. Bahkan sampai dengan tahun 2024 kondisi ini masih berlanjut dengan utilisasi pabrik yang bahkan semakin kecil menjadi sekitar 65%.

Asosiasi pabrik semen nasional sudah meminta kepada Pemerintah untuk melakukan moratorium pembangunan pabrik semen baru. Dalam kondisi pasar semen seperti saat ini, apabila Pemda ingin membantu masyarakat Manggarai berkaitan dengan ketersediaan semen serta harga semen yang terjangkau maka yang harus dilakukan adalah memperlancar arus distribusi semen sampai ke desa-desa.

Sepuluh, pabrik semen tidak mensejahterakan masyarakat terdampak. Argumentasi bahwa pabrik semen akan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha bagi masyarakat terdampak menurut kami tidak berdasar. Kehadiran pabrik semen akan meningkatkan jumlah pendatang dari daerah lain yang akan berupaya mengambil bagian atas potensi rembesan manfaat ekonomis dari pabrik tersebut.

Dalam kondisi ini akan terjadi persaingan yang kemungkinan besar akan dimenangkan oleh para pendatang karena lebih memiliki keahlian, keuletan dan modal dibandingkan dengan penduduk lokal yang selama ini adalah petani. Di lain pihak kewajiban adanya CSR oleh Perusahaan tidak bisa diharapkan karena akan sangat tergantung pada kondisi keuangan perusahaan yang tidak prospektif dalam kondisi pasar semen di Indonesia yang over supply.

Sebelas,  pabrik dan tambang bahan baku semen akan merusak lingungan hidup. Bahan baku semen adalah batu gamping yang ditambang secara terbuka (open mining). Hal inilah yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan secara masif dalam coverage area yang luas yaitu lebih dari 500 hektar atau seluas konsensi yang diberikan.

Kerusakan lingkungan ini akan berdampak pada hajat hidup masyarakat sekitar tambang terutama dalam hal berkurangnya ketersediaan air bersih maupun untuk mengairi persawahan yang selama ini mengandalkan air dari rawa-rawa di kaki bukit yang akan dijadikan tambang bahan baku semen serta polusi udara.

Komitmen perusahaan terkait reklamasi pasca tambang atau komitmen penambangan berwawasan lingkungan tidak bisa dipercaya karena banyak bukti lahan bekas tambang yang terbengkelai, termasuk bekas tambang mangan di sekitar lokasi rencana pabrik semen.

Pemda hendaknya tidak menyederhanakan solusi masalah reklamasi ini dengan adanya dana reklamasi atau ASR (abandonment and Site Restoration) karena dalam prakteknya dana tersebut tidak akan pernah cukup untuk memulihkan kerusakan lingkungan yang terjadi karena dasar perhitungannya yang tidak jelas dan cenderung asal-asalan.

Dua belas,  merugikan masyarakat terdampak secara ekonomi. Pembangunan pabrik semen mengorbankan dan menghilangkan alat produksi dan mata pecaharian berupa ladang, sawah maupun kebun yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat setempat di masa yang akan datang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat lokal.

Tiga belas, tersedia banyak solusi alternatif upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Pada saat ini dan di masa yang akan datang tambang bukanlah pilihan yang bijak untuk mensejahterakan masyarakat. Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis potensi yang ada di sekitar lokasi tersebut bisa menjadi pilihan seperti pariwisata bahari, peternakan, perkebunan sorgum, perkebunan pisang, perkebunan jagung dan lain-lain.

Pemda harus melakukan intervensi baik berupa program atau kebijakan misalnya irigasi dan pemupukan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk, pendampingan dan implementasi teknologi pasca panen untuk meningkatkan value added produk serta bekerjasama dengan buyer tingkat lokal atau nasional untuk penyerapan hasil produksi petani. Pasar nasional masih sangat terbuka untuk menyerap dalam jumlah besar beberapa produk hasil pertanian seperti jagung dan sorgum untuk bahan baku pakan ternak.

Berdasarkan poin-poin pada kajian di atas, maka dengan ini  AMMARA-Kupang menyampaikan pernyataan sikap, pertama, mendesak DPRD Provinsi NTT secara kelembagaan untuk menyatakan sikap menolak pendirian pabrik semen dan tambang batu gamping di Lengko Lolok dan Luwuk , Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur dan mendorong membuka hasil evaluasi SK Moratorium Izin Tambang di NTT.

Kedua, mendesak DPRD Provinsi NTT untuk segera mendesak Gubernur NTT untuk menghentikan segala bentuk izin usaha pertambangan yang ada di wilayah NTT umumnya dan Kabupaten Manggarai Timur khususnya.

Tiga, menolak dengan tegas segala bentuk investasi ekstraktif yang sifatnya merusak (destruktif) karena bertentangan dengan pasal 7 UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Surat Keputusan Nomor SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang Penetapan Wilayah Ekoregion Indonesia dan Surat Keputusan Nomor SK.297/Menlhk/Setjen/PLA.3/4/2019 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Air Nasional.

Empat,  menolak dengan tegas segala bentuk aktivitas investasi ekstraktif yang sifatnya merusak (destruktif) yang tidak memperhatikan amanat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI  Nomor 17 Tahun 2012 tentang penetapan kawasan bentang alam karst.

Lima,  mendesak DPRD Provinsi NTT untuk segera mendesak Bupati Matim dan Gubernur NTT untuk segera mengajukan permohonan penyelidikan kepada Kementerian ESDM dan pihak terkait untuk mendapatkan kepastian hukum tentang perlindungan kawasan bentang alam karst, namun tidak terbatas di wilayah Manggarai Timur secara khusus dan Flores secara umum sesuai amanat Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  RI Nomor 17 Tahun 2012 tentang penetapan kawasan bentang alam karst dan memperhatikan kewajiban melaksanakan pasal 7 UU No. 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Surat Keputusan Nomor SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018 tentang enetapan wilayah ekoregion Indonesia dan Surat Keputusan Nomor SK.297/MENLHK /SETJEN/PLA.3/4/2019 tentang daya dukung dan daya tampung air nasional. (ade)

Bagikan