Disnak Kabupaten Kupang Lakukan Pengembangan Peternakan Terpadu

OELAMASI, NTT PEMBARUAN.com – Dinas Peternakan (Disnak) Kabupaten Kupang tengah menggencarkan program pengembangan peternakan terpadu yang tersebar di 172 kelompok tani peternakan di semua kecamatan di daerah itu.

” Saya sudah melakukan kegiatan-kegiatan pengembangan peternakan di Kabupaten Kupang. Sekarang, saya sudah menemukan model bagaimana konsep ekonomi kerakyatan yang dimaksudkan Presiden Jokowi. Kita sudah coba. Saya berharap, ke depan tidak lagi mengurus pengadaan-pengadaan ternak. Pengadaan ternak itu kita serahkan kepada swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau pihak terkait yang bisa diajak kerjasama,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Kupang, Ir. Bambang Permana kepada wartawan media ini saat mengunjungi Kelompok Tani ((Koptan) Setetes Madu di RT 09,  Dusun I, Desa Camplong II, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Jumat (3/8/2018).

Konsep pengembangan peternakan ke depan itu, menurut dia,  haruslah peternakan yang mempunyai daya saing, baik dari sisi peningkatan produktivitasnya, aspek bisnisnya, dan aspek peningkatan pendapatannya.

“ Konsep pengembangan peternakan yang kita bangun ke depan itu, menciptakan desa sebagai  sentra perekonomian. Karena itu, untuk membangun suatu pengembangan komoditi kita perlu berkolaborasi , bersinergitas dengan lintas sektoral. Kapasitas sudah saya bangun. Saya sudah mempresentasi di Bank NTT, BRI,  dan Bank Mandiri untuk mendatangkan modal usaha dari perbankan berupa KUR, untuk disalurkan ke kelompok,” urainya.

Namanya perbankan,  atau namanya investor, kata Bambang,  mereka juga mau merasa aman. Kenyamanan terhadap aset, kenyamanan terhadap investasi. “ Karena itu,  konsep yang saya bangun adalah bisnis dan pemberdayaan ekonomi dengan sistem saling menguntungkan.  Produk yang kita kembang itu mempunyai nilai ekonomi. Sekarang yang  kita laksanakan  adalah pengembangan peternakan terintegrasi dengan tanaman pertanian. Integrasi bukan hanya komoditi, tetapi akumulasi dari ternak sapi, ternak ayam, ternak babi, ternak kambing, dan tanaman pertanian,” sebut Bambang.

Kata Bambang, kalau peternakan  sapi sebagai tabungan, maka  untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para petani  perlu juga beternak ayam, tanaman  pertanian dan sebagainya.  Dalam konsep pengembangan peternakan di Kabupaten Kupang, dia tidak menggunakan APBD II Kabupaten Kupang.  “Tetapi, bagaimana kekuatan yang ada di para peternak dengan sumber daya yang ada kita tingkatkan daya saingnya. Kalau peternakan, dia punya daya saing ada di pakan dan sistem pemeliharaan. Karena itu, kita dinas tehnis hanya melakukan pendampingan dan  mengatur regulasi.    Tidak perlu lagi daerah mengeluarkan dana miliaran rupiah untuk pengadaan ternak sapi ,” sambungnya.

Menurut Bambang, kelompok binaan Disnak sudah berjalan lama, tetapi untuk kelompok terintegasi yang ia bangun sendiri tanpa intervensi dana APBD II Kabupaten Kupang  baru berjalan tiga tahun.

Ia optimis, jika desa sebagai basis ekonomi,  tidak ada lagi orang yang  lari dari desanya untuk mencari pekerjaan di kota atau menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri. Dulu, kata dia,  para petani disuruh  menanam  pakan ternak. Sekarang,  tidak perlu diperintah lagi, dengan sendirinya mereka menanam, seperti menanam lamtoro teramba dan sejenisnya.  Dari hasil tanaman lamtoro  sendiri, lanjutnya lagi, mereka (para petani,red) bisa menjual bijinya untuk mendapatkan uang, sedangkan daunnya untuk pakan ternak.

Selama ini untuk penggemukan sapi membutuhkan waktu hingga tahun, tetapi setelah sistem pemeliharaannya diperbaiki termasuk kebutuhan pakannya, maka penggemukannya bisa dalam tempo bulan.  Ia contohkan, saat penimbangan berat badan di salah satu kelompok tani peternakan di Desa Raknamo, usia sapinya belum sampai dua bulan tetapi  beratnya sudah mencapai 70 kg.

“Saya perbaiki sistem pemeliharaan dari sistem tradisional ke sistem modern,  seperti faktor kebersihan kandang, air dan pakan.  Kalau sistem tradisional berat badannya 0,2 – 0,3 kg sekarang.  Kita timbang di Desa Raknamo, belum sampai usia dua bulan berat badannya sudah mencapai 70 kg. Jadi, para peternak sekarang tidak perlu kita suruh,  tetapi mereka secara  swadaya setiap tahun membuka lahan baru 1 hektar per orang.  Kalau satu kelompok  memiliki 30 orang anggota, maka bisa mencapai 30 hektar lahan untuk pakan ternak,” tandasnya.

Bambang sendiri mencoba belajar dari petani,  bukan hanya bekerja keras, tetapi juga bekerja cerdas, dan bekerja tuntas. Secara ekonomi,  menurut dia, sapi Bali kurang meransang untuk percepatan pemberdayaan ekonomi. Buktinya, saat pameran ulang tahun  Kabupaten Kupang belum lama ini, sapi Bali umur 4 bulan dengan sapi suntik silang umur 4 bulan. Sapi Bali harganya sebesar Rp  6,5 juta dan sapi hasil kawin suntik silang harganya Rp 8,5 juta.

“Bayangkan kalau satu orang pelihara 10 ekor sapi dikali dengan harga Rp 8,5 juta, maka akan mendapatkan uang sebesar Rp 85 juta. Kalau setiap petani memiliki 8 ekor sapi betina produktif , maka petani bisa hidup sejahtera. Kita terus memberi pemahanan kepada para peternak bahwa peternakan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi,” imbuhnya.

Karena itu, ada beberapa kelompok peternakan, seperti Kawasan Raknamo, pihaknya akan membuat kawasan agro pertanian dan peternakan, baik ternak besar, ternak sedang  maupun ternak kecil.

PAKAN TERNAK- Inilah lahan pakan ternak sapi lamtoro teramba yang ditanam secara swadaya oleh Kelompok Tani Setetes Madu, Desa Camplong II, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) (Foto : Kanisius Seda)

Sedangkan untuk Kelompok Tani Setetes Madu di Desa Camplong II, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang yang merupakan bantuan Polda NTT akan dijadikanya sebagai kawasan agro wisata terintegrasi dengan peternakan sapi, perikanan dan pertanian. “Jadi, kita kembangkan juga agro wisata. Orang NTT itu haus hiburan, sehingga kita harus berkreatif  sedemikian rupa untuk  menarik minat orang mengunjungi lokasi tersebut,” pungkasnya.

Bambang menaruhkan seluruh pikiran, tenaga dan waktunya untuk membangun Kabupaten Kupang menjadi model bagi Kabupaten lainnya di NTT,  khususnya di bidang peternakan. “Karena itu, saya membangun konsep pengembangan peternakan terpadu. Bukan terpadu ternaknya, bukan terpadu komoditinya, bukan hanya terpadu di bidang peternakan, pertanian dan perikanan, dan perkebunan,  tetapi terpadu dengan kelembagaannya  berkolaborasi dengan lintas sektor, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pertanian, BPTP NTT, perbankan, BUMN dan BUMD. (ade)

 

Bagikan