Tujuh Bahasa Daerah di NTT Akan Direvitalisasi

KUPANG, NTT PEMBARUAN.id – Tujuh bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur direkomendasikan untuk direvitalisasi pada Kongres Bahasa Indonesia XII di Jakarta pada 26-29 Oktober 2023.

Tujuh bahasa daerah yang masukan dalam revitalisasi bahasa daerah (RBD) itu adalah bahasa Dawan, bahasa Manggarai, bahasa Kambera, bahasa Abui, bahasa Adang, bahasa Rote, dan bahasa Kabola.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor Bahasa Provinsi NTT, Elis Setiati, S. Pd, M. Hum kepada wartawan di Kupang, Sabtu (27/5/2023).

Kata dia, Alor menjadi daerah yang khusus disorot karena memiliki lebih dari 30 bahasa daerah. Ia berharap, dengan masuknya tiga bahasa dari Alor, jumlah bahasa yang direvitalisasi akan bertambah di wilayah tersebut.

Selain itu, upaya revitalisasi bahasa juga akan dilakukan di pulau lain, seperti Pulau Flores.

Bahasa Ende Lio dan Nagekeo, lanjutnya, menjadi perhatian khusus di pulau tersebut.

Upaya ini akan dilakukan secara bertahap dengan kerja sama pemerintah daerah untuk meminta dukungan dan partisipasi mereka.

Lebih lanjut, Elis mengatakan dengan partisipasi pemerintah daerah akan mendorong kesadaran dalam melestarikan dan melindungi bahasa-bahasa daerah serta memperluas revitalisasi bahasa melalui pendekatan yang merdeka dan menarik bagi generasi muda. Lomba, karya puisi, pidato, dongeng, tradisi lisan, dan stand-up komedi akan menjadi sarana yang digunakan dalam mempromosikan bahasa daerah.

Festival Tunas Bahasa Ibu Tahun 2022, lanjutnya, berhasil menyita perhatian. Keberhasilan festival ini dapat diukur dari jumlah peserta yang mencapai ribuan.

Apabila jumlah peserta terus bertambah, maka dapat disimpulkan bahwa Nusa Tenggara Timur (NTT) telah berhasil menjalankan program prioritasnya dalam memperkenalkan revitalisasi bahasa daerah.

Melalui kongres dan festival ini, ia berharap kesadaran akan pentingnya pelestarian bahasa daerah semakin meningkat.

Sementara itu, Prof. Barbara Grimes, Peneliti Unit Bahasa dan Budaya Sinode GMIT NTT menyampaikan NTT merupakan daerah yang luar biasa dari segi linguistiknya.

“Bahasa Melayu sudah ada sebelum bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa Nasional. Jadi, kita di Kupang pakai bahasa Kupang saja,” beber Barbara. (red)

Bagikan