KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Kontraktor CV. Agung Hidayat belum menerima uang satu persen pun dari pembangunan Puskesmas Rawat Jalan Baumata, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sudah selesai dibangun tahun 2017 lalu.
“Kami bangun menggunakan uang milik pribadi tanpa uang muka, dan sampai hari ini satu senpun belum dibayarkan oleh owner (pemilik pekerjaan,red) dalam hal ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang. Terus terang, saya merasa dirugikan,” kata Direktur CV. Agung Hidayat Kupang, Haji Suardi kepada media ini di Kupang belum lama ini.
Empat unit bangunan fisik Puskesmas Rawat Jalan Baumata yang telah dikerjakan Haji Suardi di samping Kantor Camat Taebenu itu sampai hari ini belum dibayarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang.
Rekanan sudah berulangkali menanyakan hal itu, baik kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kupang maupun Badan Pengelola Aset dan Keuangan Daerah (BPAKD) Kabupaten Kupang, dan semuanya memperoleh jawaban pembangunan Puskesmas Rawat Jalan Baumata tidak terdaftar di pusat.
Alasan yang dikemukakan PPK waktu itu, tender sudah melewati waktu pendaftaran di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). Menurut penjelasan PPK, lanjutnya, untuk dana alokasi khusus (DAK) Afirmasi tanggal 31 Agustus 2017 batas akhir laporan ke pusat.
“Sebagai rekanan, kami tidak tahu hal tersebut. Waktu itu, begitu selesai tender, kami disuruh oleh PPK untuk melengkapi jaminan lalu kemudian action di lapangan tanpa uang muka. Pekerjaannya sudah rampung 100 persen, tetapi uang belum dicairkan satu sen pun hingga hari ini,” keluh Suardi.
“Saya juga heran, kok bisa tidak terdaftar di pusat. Padahal, proyek tersebut sudah dilelangkan dan sudah ada pengumuman pemenangnya. Bagi kami yang namanya sebuah pekerjaan yang dilakukan lelang terbuka, pasti ada anggarannya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak dibayar,” tegasnya.
Atas fenomena itu, ia pernah menanyakan langsung ke PPK, dr. Semiyati atau lazim dipanggil dr. Yeti untuk meminta penjelasan. Lagi-lagi dalam jawaban dr. Yeti, mengaku, pada waktu itu sudah terlambat pendaftaran. “Waktu itu, saya bilang kalau memang tidak bisa, kenapa dilanjutkan kontrak. Saat itu, pekerjaan sudah mencapai progress 50 persen. Kami mundur salah-salah, sehingga tancap terus sampai final,” kata Suardi.
Terkait persoalan itu, PPK sudah bolak balik Kupang – Jakarta untuk melakukan koordinasi dengan Kemenkes RI, tetapi hasilnya juga nihil.
Memang tahun 2017 lalu itu, kata Suardi, ada dana sisa sebesar Rp 3 miliar lebih. Sementara yang mengerjakan ada 8 rekanan masing-masing, 4 bangunan reguler dan 4 bangunan lainnya paket Afirmasi. Yang dibayar saat itu, menurut dia, hanya bangunan regulernya, sedangkan paket Afirmasi termasuk Puskesmas Rawat Jalan Baumata belum dibayarkan.
Persoalan itu sudah diperjuangkan oleh PPK, Kadis Kesehatan Kabupaten Kupang, dan Penjabat Sekda Kabupaten Kupang, Maclon Joni Nomseo berulangkali ke Kemenkes, Kemenkeu, dan Kemendagri hingga Februari 2018, namun dalam jawaban pemerintah pusat (Pempus) utang itu tidak bisa ditanggung pusat, tetapi sudah merupakan beban daerah untuk membayar ke rekanan dengan ketentuan menggunakan dana Silpa.
“Semua kunci pintu dari 4 unit bangunan puskesmas itu masih berada di tangan saya. Saya baru bisa serahkan, setelah ada realisasi pembayaran 100 persen sesuai nilai yang tertera di dalam kontrak sebesar Rp 1.358.006.000. Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa dibayarkan,” harapnya.
Bebankan Pada APBD II
Secara terpisah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pembangunan Puskesmas Rawat Jalan Baumata, dr. Semiyati saat dikonfirmasi media ini, Kamis (11/10/2018) membenarkan, kalau uangnya belum dibayarkan satu persenpun ke rekanan hingga hari ini.
Tetapi, dalam peraturan menteri (Permen) nomor : 112, apabila tidak dibayar oleh dana alokasi khusus (DAK), maka APBD II Kabupaten Kupang harus membayarnya. Apa lagi fisiknya sudah selesai 100 persen. Bagi dia, tidak ada alasan pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Kupang untuk tidak membayar kerugian rekanan atas pekerjaan tersebut.
Ia menjelaskan, tanggal 31 Agustus 2017 lalu adalah batas akhir pendaftaran kontrak ke Kemenkes RI. Aturannya, kalau tidak ada dalam daftar kontrak, maka pusat tidak berani membayarnya.
“Misalnya, kalau kita usulkan anggaran sebesar Rp 20 miliar, tetapi yang disetujui hanya sebesar Rp 15 miliar saja, mau bagaimana? Sementara kita sudah terlanjur tender. Dana Afirmasi ini adalah programnya presiden. Apa lagi, pembangunan di daerah perbatasan, seperti Oepoli. Saat itu saya tanya di Kemenkes RI apakah masih dilanjutkan pembangunan Puskesmas Baumata, dan Kemenkes RI malah perintahkan untuk tetap dilanjutkan, dan nanti keuangannya mereka (Kemenkes RI,red) yang minta di Kemenkeu,” paparnya.
Dalam perjalanannya, dari Kemenkeu sudah tidak bisa lagi untuk membayar pekerjaan tersebut, tetapi sudah dilakukan tandatangan kontrak. Lalu siapa yang menggantikan uang yang sudah dikeluarkan oleh rekanan untuk pembangunan tersebut, jawab Yeti tidak tahu.
Yeti mengaku, mata anggarannya memang ada melalui dana alokasi khusus (DAK), hanya saja uangnya tidak dikirim dari pusat. “Kalau tidak ada mata anggaran, saya juga tidak berani melakukan lelang. Saya proses lelang karena mata anggarannya ada,” terang dia.
Sebelum penandatanganan kontrak, dia sudah ke Kemenkes RI untuk koordinasi, apakah pembangunannya dilanjutkan atau tidak, jawaban dari Kemenkes RI kala itu, jelas dia, bahwa ini program Afirmasi yang adalah programnya presiden, sehingga diperintahkan untuk tetap dilanjutkan. Ia percaya, persoalan ini telah dipahami oleh pak Haji Suardi, selaku rekanan CV. Agung Hidayat.
Seperti disaksikan wartawan media ini, Jumat (12/10/2018), 4 unit bangunan Puskesmas Rawat Jalan Baumata itu dibangun di samping Kantor Camat Taebenu. Empat unit bangunan itu dibiayai dari DAK Tahun 2017 dengan nilai kontrak sebesar Rp 1.358.006.000. (ade)