Masyarakat Pemilik Lahan di Luwuk dan Lengko Lolok Membantah Diintimidasi

BORONG, NTT PEMBARUAN. com – Masyarakat Kampung Luwuk dan Kampung Lengko Lolok, di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membantah diintimidasi oleh pemerintah dan investor pabrik semen.

Hal tersebut ditegaskan Tua Teno Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur,  Romanus Rabon berserta sejumlah warga Luwuk lainnya kepada wartawan pada Rabu (1/7/2020) lalu.

Romanus Rabon bersama sejumlah warga Luwuk, Yohanes Wensdei, Vinsensius Emil, Nabortus Halim, dan Paulus Berahi menampik pernyataan sejumlah elemen masyarakat tertentu yang menuding pemerintah telah melakukan intimidasi kepada masyarakat Kampung Luwuk.

Mereka mengaku, bahwa sebanyak 67 KK masyarakat Kampung Luwuk tidak pernah diintimidasi atau dipaksa oleh investor dan pemerintah, baik dari pemerintah desa maupun pemerintah daerah Manggarai Timur hingga pemerintah pusat.

Romanus menjelaskan, dirinya dan masyarakat Kampung Luwuk telah bersepakat untuk menerima kehadiran investasi pabrik semen. Bahkan, kata dia,  masyarakat di kampung itu tidak pernah diintimidasi oleh pemerintah maupun investor.

“Aku Romanus Rabon sebagai  Tua Teno Lengko Luwuk, toe manga paksa le  pemerintah desa, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi. Bahwa aku tiba laku  pabrik hoo. Toe pika tana data aku, tana derug. Tombo data situ, toe manga eng laku.Toe manga paksa lata aku. Tujuan, pande kudut maju muing beo daku. Itu tara tiban laku pabrik hitu, kudut majun beo hoo.

Jika ungkapan Bahasa Manggarai  di atas diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia  berbunyi, ”Saya, Romanus Rabon sebagai  Tua Teno  Lengko Luwuk tidak pernah dipaksa oleh pemerintah desa, pemerintah kabupaten atau pemerintah provinsi. Saya terima kehadiran pabrik semen ini. Saya tidak menjual tanah milik orang lain, tapi tanah milik saya sendiri. Pernyataan mereka itu, saya tidak terima. Tidak ada yang memaksa saya. Tujuannya, supaya kampung saya maju. Itu sebabnya saya menerima pabrik itu, supaya kampung ini maju,” tutur Romanus.

Oleh karena itu, Romanus Rabon meminta seluruh elemen masyarakat atau pun organisasi masyarakat tertentu yang telah menyampaikan penolakan kepada pemerintah untuk tidak melakukan provokasi. Sebab menurut dia, hal itu akan memicu terjadinya konflik sosial di tengah kehidupan masyarakat.

Senada dengan itu,  Warga Kampung Luwuk, Yohanes Wensdei  mengaku, masyarakat adat yang pro pabrik semen saat ini tidak ada yang mengintimidasi mereka. Kesepakatan yang dibuat warga dengan perusahaan murni dilakukan atas kemauan mereka sendiri.

“Tidak ada intimidasi.  Ini hasil kemauan kami sendiri. Ini murni hasil kesepakatan kami. Tujuan kami untuk kesejahteraan hidup kami ke depannya, biar ada perubahan hidup kami. Danong lami tiban ga (sejak  awal kami menerimanya,red),”ungkap Yohanes Wensdei.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan oleh Paulus Berahi, salah seorang warga Kampung Luwuk. ia mengaku, bahwa dirinya mendukung atau menyetujui kehadiran investor di Kampung Luwuk. Bahkan, dirinya tidak pernah diintimidasi oleh pemerintah dan investor terhadap warga di kampung itu.

Toe manga paksa latan. Ngoeng le rug ami. Toe manga paksa le investor. Ai kudut ruban mose dami. (Tidak ada yang  memaksa kami.  Ini keinginan kami sendiri. Tidak dipaksa oleh investor. Supaya hidup kami berubah,red),” ungkap Paulus Berahi.

Di tempat terpisah, Tua Teno Lengko Lolok, Tahur Matur Bustamin menyampaikan harapannya agar pembangunan pabrik semen segera terealisasi.

Tegi dami lite, ai aku ata wintuk pang ngaung Lingko Lolok, ai aku teno, cala nganceng gelang keta panden pabrik hitu ga. (Kami meminta, karena saya sebagai Tua Teno Lengko Lolok agar pembangunan pabrik semen segera dilaksanakan,red)”, pinta Tahur.

Menanggapi isu terkait intimidasi yang dilakukan oleh pemerintah dan investor kepada warga, salah seorang warga di Kampung Lengko Lolok, Markus Meno, mengungkapkan bahwa dirinya bersama warga yang telah sepakat menerima kehadiran investasi pabrik semen tidak pernah diintimidasi oleh pihak-pihak yang disebutkan.

“Jadi dami lite, toe manga paksa, latang te tiban pabrik semen ho. Jadi dami ho nug keta wa mai nai. Toe manga paksa le pemerintah desa, toe manga paksa le pemerintah kabupaten, nggitu kole pemerintah  provinsi, ko pemerintah  pusat terhadap ami. Cala kudut di’an koe mose dami ce Lengko Lolok ho tai. (Bagi kami, tidak ada yang memaksa kami untuk menerima pabrik semen ini. Kami menerimanya dari hati kami. Tidak ada paksaan dari pemerintah desa, pemerintah kabupaten, begitu juga pemerintah provinsi atau pemerintah pusat terhadap kami. Mungkin dengan begitu kehidupan di Lengko Lolok akan lebih baik,red),”tutur Meno.

Untuk diketahui pada tanggal 4 Juni 2020 lalu, Agustinus Tangkar bersama 12 orang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manggarai Timur lainnya melakukan kunjungan kerja ke Kampung Luwuk dan Lengko Lolok untuk mendengar aspirasi masyarakat terkait perencanaan pembangun pabrik semen.

Dalam dialog bersama masyarakat Luwuk, DPRD dari Fraksi PAN tersebut sempat bertanya kepada masyarakat Kampung Luwuk apakah ada pihak luar yang memaksa mereka untuk menjual tanahnya kepada pihak perusahaan.

“Asa manga ata paksa meu kudut pika tanah ko? (Adakah yang memaksa kalian untuk menjual tanah?,red),” tanya Tangkar.  Jawab masyarakat Luwuk  kala itu, tidak ada ( toe manga,red).

Lebih lanjut DPRD Manggarai Timur tiga periode tersebut mengatakan bahwa masyarakat menjual tanah miliknya merupakan hal yang normal dan itu adalah hak masyarakat Luwuk, tidak boleh ada yang memaksa.  “Normal, itu hak bapa, tidak boleh ada orang paksa itu. Kalau ada yang paksa ya, tolong itu disampaikan supaya kita panggil orang-orangnya,” kata Tangkar. (edi)

Bagikan