KUPANG, NTT PEMBARUAN.id-Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVI Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mempertemukan para pemangku adat dari 22 kabupaten/kota se-NTT.
Pertemuan para pemangku adat yang digagas BPK Wilayah XVI NTT itu berlangsung selama 3 hari, terhitung sejak tanggal 11 – 13 September 2023 di Hotel T-More Kupang.
Narasumber yang dihadirkan dalam pertemuan itu pertama, Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat. Kedua, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikristek.
Ketiga, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT dan keempat, BPK Wilayah XVI NTT.
Materi yang dibicarakan selama pertemuan terkait visi BPK Wilayah XVI NTT, cagar budaya dan obyek pemajuan kebudayaan masing-masing wilayah adat di NTT.
Kepala BPK Wilayah XVI NTT, I Made Dharma,S.S, M.Si kepada media ini di sela-sela pertemuan itu, Selasa (12/9/2023) mengharapkan dari pertemuan 3 hari itu bisa menghasilkan beberapa rekomendasi yang nantinya menjadi program strategis di bidang adat, terutama peran pemangku adat dalam pelestarian warisan budaya di wilayah masing-masing.
“Tugas kami di BPK XVI NTT menyusun program yang benar- benar dibutuhkan oleh masyarakat adat. Itulah tujuan kami mengumpulkan masyarakat adat ini,” terang Dharma.
Lewat pertemuan itu juga, pihaknya menyosialisasikan keberadaan BPK Wilayah XVI NTT kepada para pemangku adat di NTT.
“Apa yang kami lakukan untuk pemajuan budaya di NTT, terutama masyarakat adat,” tukasnya.
Kata Made, Tusi BPK Wilayah XVI NTT adalah pelindungan, dan pelestarian warisan budaya.
Sosialisasi seperti ini merupakan langkah awal untuk memperkenalkan keberadaan lembaganya kepada para pemangku adat di NTT.
“Update data terkait pelindungan cagar budaya dan obyek -obyek kebudayaan adalah ranah kami. Sedangkan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan adalah ranahnya Pemda dan kami juga ikut membantunya,”ungkap Made.
Berdasarkan datanya, cagar budaya di NTT yang masuk peringkat nasional ada 2 yaitu Liangbua di Kabupaten Manggarai dan rumah pengasingan Bung Karno di Ende.
Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2010, kata Made, penetapan status cagar budaya melalui SK Bupati di tingkat kabupaten, SK Wali Kota di tingkat kota dan SK Gubernur di tingkat provinsi. (red)