LABUAN BAJO, NTT PEMBARUAN.id — Belum lama ini sejumlah Asosiasi Pariwisata di Labuan Bajo mendesak Pemerintah Pusat untuk membatalkan kenaikan harga tiket sebesar Rp 3.750.000 ke Taman Nasional Komodo (TNK) per 1 Agustus 2022. Asosiasi juga meminta Bupati Mabar, Edi Endi untuk menarik dukungannya terhadap kebijakan tersebut.
Kali ini penolakan yang sama juga datang dari Anggota DPRD Provinsi NTT, Yohanes Rumat.
Ia mengatakan kurang lebih dua pekan ini bagi warga masyarakat Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat kabar kenaikan tiket ke Taman Nasional Komodo merupakan berita yang paling buruk untuk indonesia maupun dunia.
Menurutnya, dikategorikan berita yang paling buruk dan mala petaka bagi para pelaku pariwisata yang ada di Labuan Bajo, NTT atau Indonesia pada umumnya, karena disampaikan oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
“Apa yang terjadi kurang lebih dua minggu ini bagi kita yang ada di Labuan Bajo ini berita yang paling buruk untuk indonesia dan dunia. Mengapa dikategorikan berita yang paling buruk dan mala petaka untuk para pelaku pariwisata yang ada di Labuan Bajo, NTT kemudian Indonesia umumnya. Karena momentum penyampaian kenaikan masuk Taman Nasional Komodo per 1 Agustus 2022 itu tidak tepat dan disampaikan oleh orang yang tidak bertanggungjawab, narasumbernya atau orang ini darimana sampai hari ini misterius kita tidak tau keberadaan orang ini ada dimana, apakah dia ini orang pemerintah, BUMD atau orang Kementrian atau orang Balai, saya sampai hari ini tidak tau orang ini. Oleh karena itu saya selaku pribadi menyatakan menolak tegas dengan penyesalan-penyesalan yang tentu berkepanjangan,” ujar Yohanes kepada sejumlah awak media saat reses di Labuan Bajo, Jumat (8/7/ 2022).
Menurut Yohanes, kalau kebijakan tersebut dipaksakan maka Pemerintah dengan sengaja membunuh arus kunjungan wisatawan ke Labuan Bajo.
Pada hal kata dia, Covid-19 baru mulai membaik tiba-tiba keluar pengumuman baru dari pemerintah yang tidak tau asal usulnya.
Dengan alasan tersebut, ia menegaskan, mengutuk keras orang-orang yang membunuh nasib para pelaku pariwisata dan nasib tour operator.
“Kalau ini dipaksakan, maka pemerintah dengan sengaja membunuh arus kunjungan wisatawan, yang pasca covid ini membaik, tiba-tiba keluar pengumuman baru oleh pemerintah yang tidak tau asal usulnya. Maka kita mengutuk keras orang-orang yang membunuh nasib para pelaku pariwisata, kemudian nasib tour operator. Karena tour operator ini baik dunia, nasional maupun lokal ini sudah memiliki Contract Create (membuat kontrak) itu berlaku biasanya 1 Januari sampai dengan 31 Desember, itu dunia sudah mengatur demikian memang namanya kontrak kerja perjalanan wisata,” tegas Anggota DPRD NTT dari daerah pemilihan NTT IV tersebut.
Lanjut Yohanes, dirinya selaku anggota DPRD sangat menyesal kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah karena tidak diatur secara baik.
Kata dia, kalau nantinya pemerintah ngotot untuk melanjutkan kebijakan tersebut, dirinya sebagai anggota legislatif mempertanyakan dasar hukum dari kebijakan itu. Menurutnya, kalau harga tiket naik dengan harga Rp. 3.750.000 akan mendatangkan PAD atau bagi hasil dengan pusat maka terlebih dahulu prodaknya adalah Perda dan Pergub.
“Jadi jangan tiba-tiba karena ketidaktauan Pemerintah buat seenak perutnya, tentu kami DPR ini menyesal apa yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak dibuat aturan secara baik. Kalau umpamanya betul pemerintah ngotot untuk melanjutkan kebijakan ini, DPR mempertanyakan, satu, apa dasar hukumnya karena dasar hukum salah satu poin yang mereka sampaikan dari Rp 3.750.000 itu untuk mendatangkan PAD atau bagi hasil dengan pusat, nah kalau sudah masuk ke wilayah itu, itu ada mekanisme di DPR, yang pertama prodaknya Perda, yang kedua Pergub. Selama dua prodak hukum ini tidak ada kita anggap mereka berimajinasi, mereka menghayal untuk mendapat besar dengan judul konservasi, ini tidak masuk akal judul besarnya konservasi tapi isi didalamnya tidak ada mengarah kepada konservasi,” jelasnya.
“Kenapa saya berani mengatakan demikian, yang pertama domain konservasi ini kewajiban negara terutama Kementrian Lingkungan Hidup (KLHK) lalu perpanjangan tangannya itu ada Balai Taman Nasional Komodo,” lanjutnya.
Anggota dewan dari Fraksi PKB itu juga mengatakan dalam dua pekan terakhir setelah kabar kenaikan tiket ke TNK menjadi buah bibir masyarakat, tiba-tiba Pemerintah Provinsi NTT mengklaim.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT sedang bermimpi bagian dari penyelamat konservasi tanpa ada dasar hukum.
“Di hari-hari terakhir dua minggu ini tiba-tiba Pemerintah Provinsi NTT mengklaim atau tiba-tiba provinsi bermimpi dia bagian dari penyelamatan konservasi lalu tanpa ada dasar hukum. Kami sudah lakukan rapat dengar pendapat (RDP) tanggal 2 di Provinsi, Komisi dengan Kadis, sampai hari ini saya belum mendapatkan dokumen itu terutama perjanjian kerjasama atau Pergub atau kepercayaan sebagian yang diberikan Kementrian Lingkungan Hidup untuk Provinsi eksekusi atau Kabupaten eksekusi biaya-biaya masuk di Taman Nasional Komodo (TNK),” katanya.
Yohanes menilai bahwa kebijakan tersebut melanggar tata niaga pariwisata, karena banyak korban.
Contract Create yang sudah jadi, terpaksa dibatalkan, kemudian orang-orang yang dalam satu tahun rencana perjalanan, uangnya ditarik kembali. (fon)