Terkait Keberadaan Mesin Incinerator di Labuan Bajo, Pempus Diminta Segera Tuntaskan Proses Hibahnya

KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Pemerintah Pusat (Pempus) dalam hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta untuk segera menuntaskan proses hibah mesin incinerator pembakar sampah limbah medis yang sudah dibangun di Kawasan Hutan Desa Nggorang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur sejak Tahun 2000.

Pemerintah Provinsi NTT bersama Komisi II DPRD NTT terus mendorong, agar proses hibah mesin incinerator di Labuan Bajo itu segera dituntaskan, kata Kepala Bidang Pembinaan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Rudi Lismono kepada media ini di Kupang, Selasa (5/7/2022).

Kata Rudi, Pemprov NTT bersama Komisi II DPRD NTT  terus mendorong Pempus untuk mempercepat proses hibahnya mengingat sudah banyak fasilitas kesehatan masyarakat di Manggarai Barat khususnya dan Wilayah Flores pada umumnya perlu segera ditangani sampah medisnya.

“Beberapa waktu lalu, kami diundang rapat oleh Komisi II DPRD NTT dan kesimpulan rapat itu, kami berinisiatif menjemput bola kembali untuk terus mendorong percepatan proses hibahnya, sehingga mesin incenerator itu segera dioperasionalkan. Dalam rapat dengan Komisi II DPRD NTT, kita yang akan pro aktif untuk mendorong percepatan pengoperasian mesin incenerator di Labuan Bajo,” tandas Rudi.

Ketika ditanya kendala teknis sehingga proses hibahnya belum tuntas hingga saat ini, kata Rudi tidak tahu karena itu kewenangannya Pemerintah Pusat.

“Kami hanya diminta untuk mengirimkan kelengkapan persyaratan proses hibah, seperti surat permohonan, surat pernyataan kesanggupan untuk mengoperasionalkan, kesiapan SDM, dan pembiayaan.  Sudah 2 kali, kita kirim ke KLHK yaitu tahun lalu dan tahun ini, maka sekarang kita bertanya kurangnya dimana? Kalau memang masih ada yang kurang, supaya kami lengkapi lagi,” kata Rudi.

Secara NTT, lanjutnya lagi,  penanganan limbah medis dibagi dalam tiga zonasi, yakni zonasi  Kupang dan sekitarnya, zonasi Flores dan zonasi Sumba.

“Zonasi Flores, awalnya mau ditempatkan di tengah-tengah antara Ende dan Maumere. Tetapi, setelah kita diskusikan dengan Pemerintah Pusat akhirnya beralih ke Labuan Bajo, Manggarai Barat dengan mempertimbangkan Labuan Bajo sebagai daerah pariwisata super premium atau  gerbang masuknya pariwisata dunia, sehingga limbah-limbah medisnya juga harus tertangani dengan baik,” terang Rudi.

Dasar pemikiran itulah, lanjut dia,  maka gedung untuk penempatan mesin incinerator itu dibangun di Labuan Bajo Tahun 2000, namun belum dilakukan operasional karena pada tahapan berikutnya masih dilakukan uji kelayakan, baik uji mesin maupun uji bakar/Trial Burn Test (TBT) terkait emisi/gas pembuangannya apakah masih infeksius atau tidak yang dilakukan oleh KLHK pada bulan Juni dan Juli Tahun 2021, dan hasilnya dinyatakan layak.

Sebenarnya menurut Rudi, kalau dinyatakan layak sudah bisa dilakukan operasional. “Setelah uji TBT itu, maka sambil menunggu proses hibah, untuk operasional sesungguhnya kami melakukan uji bakar pada bulan Oktober dan November 2020. Kita uji coba kekuatan volume sampah dan ternyata hasilnya bagus. Kapasitas mesin incinerator di Labuan Bajo itu memiliki kapasitas bakar 150 kilo gram per jam,”jelasnya.

Karena proses hibahnya belum tuntas sampai saat ini, lanjut Rudi,   maka sampai sekarang mesin incinerator di Labuan Bajo itu  masih merupakan aset Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

“Tanggal 29 Juni 2022 lalu, kami menjemput bola lagi ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan tujuan mau berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya (Ditjen PSLB3) yang mengurusi mesin incenerator itu. Tetapi, karena beliau saat itu sibuk, maka beliau memberi pandangan akan di chek dulu terkait syarat kelengkapan dokumen dan proses hibahnya. Beliau masih mengecek itu dulu. Bilamana semua syarat dan kelengkapan dokumen hibah itu sudah terpenuhi maka dengan sendirinya segera dihibahkan ke Pemprov NTT,”pungkasnya.

Dia akui, banyak fasilitas kesehatan masyarakat di Manggarai Barat yang sudah berkoordinasi dengan Pemprov NTT terkait pengoperasian mesin pembakar limbah medis itu, seperti  RSUD Komodo, RSU Siloam, dan RSUD Ben Mboi Ruteng.

Sedangkan, dari kesiapan  Sumber Daya Manusia (SDM) lanjut dia, sudah disiapkan  sekitar 10 – 12  orang dan  sudah mengikuti training di Labuan Bajo. Sementara lahan yang digunakan adalah kawasan hutan  dengan sistem pinjam pakai lahan kurang lebih seluas 3 hektar.

“Tetapi, secara fisik yang kita gunakan untuk pembangunan incenerator ini kurang lebih 0,4 hektar atau sekitar 4000-an meter termasuk jalan masuk, gedung, tempat parkir. Sisanya, untuk ruang terbuka hijau,” tukas dia. (red)

Bagikan