KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Pengurus DPS, Wilayah dan KUB Stasi St. Kristoforus Matani, Paroki Santu Yoseph Pekerja Penfui periode 2019-2022 mengikuti pembekalan di Kapela St. Kristoforus Matani, Jumat (27/9/2019) dengan menghadirkan narasumber, Dr. Nobertus Jegalus.
Tema yang diangkat dalam pembekalan ini adalah “Kristokrasi Versus Demokrasi” sebagai bahan refleksi kepemimpinan sakramental dalam gereja. Alasan narasumber mengangkat tema ini, karena institusi gereja di era postmodern ini terancam oleh tuntutan atau gerakan demokratisasi.
Kata Nober, gereja itu memang sebuah institusi sosial, namun bukan institusi manusiawi murni melainkan institusi yang bersifat manusiawi-ilahi. Berkenaan dengan itu, hendaknya diingat bahwa gereja mengakui segala jasa dan nilai yang disumbangkan oleh kebudayaan demokrasi kepada masyarakat sekaligus gereja selalu memperjuangkan dengan segala upaya yang tersedia baginya pengakuan kesamaan martabat semua orang.
Atas dasar faham kristokrasi itu, makna Dewan Pastoral Paroki atau Dewan Pastoral Stasi bersifat konsultatif. Hal itu berarti, DPP dan DPS membantu pastor paroki dengan nasehat, saran dan kritik untuk membangun dan melayani gereja paroki.
Ia menyebutkan, ada tiga keutamaan etis awam katolik, pertama, kejujuran. “Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat berkembang karena kita belum berani menjadi diri sendiri. Tidak jujur itu berarti kita belum sanggup untuk mengambil sikap yang lurus,” kata Nober.
Kedua, keutamaan keberanian, dimana keberanian moral menunjukkan diri dalam tekad untuk mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pula apabila tidak disetujui oleh lingkungan. Orang yang memiliki keutamaan keberanian ini umumnya, tidak mundur dari tugas dan tanggung jawab juga kalau ia dibuat merasa malu, dicela, ditentang atau dikecam oleh yang lain termasuk mereka yang memiliki posisi kuat secara sosial, ekonomi, hukum dan politik,urainya.
Keberanian moral, menurut Nober, tidak berarti bahwa begitu dia tidak setuju dan marah atas kebijakan pastoral yang ada, misalnya, karena tidak sesuai dengan kemauan dan pemikirannya, lalu ia datang ke paroki memuntahkan itu di depan pastor paroki atau ketua stasi. Tindakan seperti itu, kata dia, bukanlah keberanian moral melainkan sebuah keburukan moral karena dianggap tidak mampu menguasai emosinya.
Orang katolik yang tidak memiliki keutamaan keberanian adalah mereka yang memiliki sikap tertentu terhadap kebijakan pastoral paroki atau stasi, namun mereka tidak datang kepada pastor atau ketua stasi untuk menyampaikannya demi kemajuan dan perbaikan kehidupan stasi atau paroki melainkan datang kepada sesama awam katolik lainnya menghasut mereka untuk mengambil sikap menentang kebijakan pastoral itu.
Ketiga, keutamaan kebijaksanaan. “Sebelum kita mengambil sebuah keputusan, kita selalu harus bersikap terbuka. Kita betul-betul harus berusaha untuk menemukan suatu keputusan yang tepat,” jelas dosen Unwira Kupang ini.
Pada tempat yang sama, Ketua DPS Periode 2019-2022, Karolus Kopong Medan mengatakan, pembekalan seperti ini sangat penting untuk sebuah organisasi apa saja, termasuk organisasi gereja.
“Supaya organisasi ini berjalan dengan baik kita membutuhkan pembekalan, sehingga jangan salah arah dalam mengembankan visi dan misi gereja ke depan. Sebab, organisasi gereja itu sangat berbeda dengan institusi pemerintah. Karena itu, kami sangat membutuhkan pembekalan seperti ini,” kata Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang ini.
Secara garis besar materi pembekalannya berkaitan dengan konsep kristokrasi, tentang kekuasaan Kristus tidak sama persis dengan konsep demokrasi. “Kita perlu memberikan penegasan terhadap tugas dan fungsi (Tupoksi) masing-masing orang yang terlibat dalam kepengurusan ini mulai dari DPS, Wilayah dan KUB,” ujarnya.
Ia berharap, setelah mengikuti pembekalan ini, para pengurus DPS, Wilayah, dan KUB memiliki visi dan misi yang sama dalam mengembangkan organisasi gereja ini, khususnya Stasi St. Kristoforus Matani ini bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik di masa-masa mendatang. (ade)