KUPANG, NTT PEMBARUAN.id – Untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang bergerak di sektor perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Nusa Tenggara Timur berupaya maksimal untuk menggandeng pihak ketiga atau investor.
Potensi perikanan di NTT yang melimpah, akan mempunyai dampak ekonomis bagi masyarakat bila ada pihak ketiga yang membeli dan memasarkannya, kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Ganef Wurgiyanto kepada wartawan di Ruang Media Center, Kantor Gubernur NTT, Rabu (2/9/2020).
“Tiga unsur yang harus disinergikan yaitu pemerintah, swasta dan nelayan atau masyarakat. Semua kegiatan yang kita lakukan dalam perikanan dilakukan dengan sistem bisnis. Ikan punya nilai ekonomis tinggi, namun kalau tidak ada pembeli yang akan memasarkan ke luar NTT, harganya tetap rendah . Investasi di sini bukan hanya membeli ikan dan memasarkan, tapi juga terlibat dalam menyiapkan fasilitas pasca panen,” jelas Ganef.
Ganef yang didampingi Karo Humas dan Protokol Setda NTT, Dr. Jelamu Ardu Marius itu mengatakan, Dinas Kelautan dan Perikanan berupaya keras untuk mengembangkan program budidaya dan perikanan tangkap. Untuk budidaya perikanan laut, dikembangkan dua jenis ikan yakni ikan kakap putih dan kerapu karena keduanya bernilai ekonomis tinggi.
“Di Labuan Kelambu, Kabupaten Ngada, kita tebarkan benih kerapu sekitar satu juta benih sejak Tahun 2019 lalu. Sementara di Mulut Seribu, Kabupaten Rote Ndao, benih ikan kerapu dan ikan kakap yang dilepaskan sekitar 10 ribu ekor sejak Tahun 2019,” tutur Ganef.
Lebih lanjut Ganef mengatakan, sistem pembudidayaan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) yang berbentuk segi empat ternyata kurang mendatangkan hasil maksimal.
Karena itu , pada Tahun 2021 mendatang akan dikembangkan KJA dengan bentuk bulat berdiameter 10 meter untuk mengurangi potensi kanibalisme antar sesama ikan dalam keramba. Dalam satu keramba, rencananya akan dilepas 25 ribu ekor benih. Setelah delapan bulan diharapkan ada 20 ribu ekor ikan yang siap panen dengan bobot 800 gram. Potensinya, 1 keramba bisa menghasilkan 16 ton.
“Tahun 2020 ini, kita melakukan piloct project untuk sistem pembudidayaan seperti ini di belakang Pulau Kambing, Semau. Karena lokasi tersebut dekat dengan Kupang, sehingga bisa memudahkan distribusi pakannya. Kita sudah dapatkan pihak ketiga atau pelaku ekonomi yang profesional untuk mendampingi hal teknis sampai pemasarannya,” beber Ganef.
Dalam piloct project itu, lanjut Ganef,pihaknya akan melibatkan masyarakat sekitar. Satu kerambah akan dikelola oleh 10 orang. Selama delapan bulan, mereka akan mendapatkan upah sebesar Rp 2,5 juta per orang setiap bulannya.
Selan itu, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT juga akan menggandeng mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang untuk melakukan pendampingan.
“Kita sudah mengajukan pinjaman ke PT SMI (Sarana Multi Finansial) untuk pengembangan budidaya ikan laut ini sebesar Rp 152 miliar. Dana ini akan dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya secara besar di Mulut Seribu, Hadakewa Lembata, Labuan Kelambu dan di Semau. Kalau piloct project ini berhasil tentu akan mempercepat proses pencairan pinjaman tersebut. Dalam hitungan kami, potensi untuk pengembalian cicilan kepada SMI dari tiap keramba sekitar Rp 112 juta mulai Tahun 2022,” jelas Ganef.
Kata Ganef, untuk meningkatkan potensi perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi NTT memberikan bantuan kapal nelayan 3 GT sebanyak 65 unit dan 130 unit perahu ketinting untuk 22 kabupaten/kota se-NTT. Bantuan ini terutama diarahkan pada wilayah-wilayah dengan potensi besar, sumberdaya manusia dan mudah diakses oleh pengusaha.
“Kita sudah mengekspor ikan anggoli sejak Tahun 2018 ke Singapura dan Honololu. Kita berupaya keras ekspor seperti ini langsung dilakukan dari NTT ke negara tujuan, sehingga provinsi kita dapat menjadi provinsi devisa,” kata Ganef.
Terkait dengan rumput laut, tambah Ganef, luasan potensi sekitar 54.000 hektar dengan potensi produksi sekitar 15 juta ton setahun tersebar di seluruh kabupaten/kota di NTT. Kualitas karaginannya di atas 90 persen, sehingga bisa langsung buat gel juga bisa untuk buat food dan non food. Namun, yang baru bisa dieksploitasi sekitar 2 juta ton per tahun atau sekitar 13,2 persen.
Untuk meningkatkan produksi ini, Pemerintah Provinsi NTT memberikan stimulan bibit rumput laut sejak 2019 kepada 4.050 pembudidaya di NTT dan Tahun 2020 sebanyak 4.000 orang.
“Kami juga mengajak swasta untuk melakukan investasi pada rumput laut. Menurut analisis kami, dibutuhkan keterlibatan investasi sebesar Rp 1,2 triliun untuk mengeksploitasi seluruh potensi di NTT,” tandas Ganef.
Ganef menyebutkan, Tahun 2019, untuk pertama kalinya Provinsi NTT berhasil melakukan ekspor langsung rumput laut ke Argentina sejumlah 25 ton. Ekspor ini penting untuk menjaga stabilisasi harga pasar rumput laut, dan tidak ada permainan masalah stok dan harga di situ.
Karena persoalan rumput laut, menurut dia, bukan soal budidaya, tapi stabilitas harga. Pernah harga sebesar Rp 12.000 per kg, namun tak lama kemudian turun sekitar Rp 3.000 . Ini tentu tidak menguntungkan masyarakat.
“Karena itu, kita memberdayakan perusahaan daerah dalam hal ini, PT. Flobamor untuk menjadi pengumpul rumput laut dengan harga sebesar Rp 20.000 per kilo gram,”ungkap Ganef.
Sementara itu, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda NTT, Dr. Jelamu Ardu Marius mengatakan, perikanan dan kelautan merupakan bagian penting dalam pengembangan ekonomi NTT.
“Tanggal 5 September nanti, Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur genap dua tahun menahkodai NTT. Program-program strategis keduanya khususnyua di bidang kelautan dan perikanan diharapkan sudah menjangkau banyak masyarakat NTT dalam meningkatkan taraf kehidupan mereka,” pungkas Marius. (ade/*)