Pendidikan Inklusif Bentuk Pemenuhan Keberagaman Kebutuhan Peserta Didik

Oleh : Gregorius Ganggur, Guru SMAN 1 Satarmese

SECARA leksikal inklusif dapat diartikan ‘termasuk’ terhitung’ atau ‘bersifat inklusi’.

Inklusif merupakan sebuah istilah dalam dunia pendidikan yang berarti melibatkan atau mencakup semua orang tanpa adanya perbedaan baik karakteristik, kecacatan fisik, sosial, emosional, intelektual, mental, agama, suku, ras, budaya dan bahasa. Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang mengakomodasi segala bentuk layanan kebutuhan dan hambatan peserta didik baik karakteristik, hambatan fisik, mental, sosial, intelektual, emosional, suku, agama, budaya maupun bahasa.

Sapon-Shevin dan O’Neil, 1994 menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.

Pendidikan inklusif merupakan bentuk layanan pendidikan dimana peserta didik yang mengalami hambatan atau berkebutuhan khusus mendapatkan kesempatan yang sama dengan peserta didik biasa atau reguler tanpa diskriminasi atau membeda-bedakan pelayanan.

Melayani tanpa diskriminasi tentu dengan porsinya masing-masing.

Peserta didik yang mengalami hambatan dalam layanan pendidikan mesti dilayani khusus atau istimewa dari peserta didik umum.

Bentuk pelayanan pendidikan ini tentu sejalan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 dimana ayat 1 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan ayat 2 menyatakan bahwa

setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

Selain itu, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 secara gamblang menekankan penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Pada pasal 5 ayat 2 menyatakan bahwa Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pasal 11 semakin mempertegas tentang penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Pada pasal itu menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.

Beberapa dasar hukum di atas merupakan landasan yuridis terselenggaranya layanan pendidikan inklusif bagi semua satuan pendidikan baik dasar maupun menengah.

Sekolah berkewajiban untuk menjalankan amanat undang-undang demi menuju terciptanya generasi bangsa yang beriman dan bertaqwa Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkarakter dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan yang terkandung dalam Pancasila.

Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut tentu bukanlah hal yang mudah.

Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan satuan pendidikan tentu harus memiliki berbagai persiapan baik sumber daya manusia atau brainware, kurikulum, silabus dan perangkat pembelajaran sebagai software maupun sarana dan prasarana sebagai hardware terselenggaranya pendidikan inklusif.

Sumber Daya Manusia (Brainware)

Sumber Daya Manusia merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif.

Yang dimaksud dengan sumber daya manusia dalam pendidikan inklusif adalah guru, tenaga kependidikan, peserta didik, staf ahli, psikolog, dan staf pendukung lainnya. Selain itu dukungan orangtua peserta didik dan peserta didik itu sendiri merupakan bagian dari brainware dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

Pemerintah pusat dan daerah berkewajiban untuk memfasilitasi kesiapan satuan pendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan inklusif. Melalui berbagai kegiatan pelatihan, bimbingan teknis atau seminar merupakan bentuk tanggung jawab dan intervensi pemerintah dalam menyediakan sumber daya manusia.

Selain itu, menyediakan Unit Layanan Disabilitas (ULD) adalah hal yang harus dipersiapkan pemerintah daerah dalam memfasilitasi pendidikan inklusif. Sedangkan sekolah sebagai eksekutor lapangan berkewajiban untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan para guru dalam melayani keberagaman hambatan yang dialami oleh peserta didik yang membutuhkan layanan khusus.

Hal ini baik bagi guru dan pemangku kepentingan sekolah dalam mengambil langkah-langkah yang tepat dan sesuai kebutuhan peserta didik dalam proses pendidikan inklusif.

Melalui kegiatan peningkatan mutu dan ketrampilan seorang guru akan mampu mendesain proses pembelajaran di sekolah.

Selain peningkatan mutu dan keterampilan, sekolah dapat melakukan kolaborasi atau kerja sama dengan pusat sumber (Resources Centre) dan pihak lain yang memiliki expert atau kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus. Melibatkan berbagai stakeholder seperti rumah sakit atau puskesmas, terapis, dalam mengidentifikasi dan melakukan asesmen terhadap peserta didik merupakan langkah baik mengatasi kesulitan dalam menentukan hambatan atau kebutuhan peserta didik. Keterlibatan orangtua peserta didik dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif merupakan hal penting lainnya dalam menunjang terselenggaranya pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.

Kurikulum sebagai penunjang utama pendidikan inklusif (Software).

Hal penting kedua sebagai aspek dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah kurikulum.

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif kurikulum dalam satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif harus menjawab kebutuhan semua peserta didik baik reguler maupun yang berkebutuhan khusus. Sekolah dalam hal ini tentunya tidak bisa menggunakan kurikulum umum.

Sekolah diberikan ruang untuk melakukan adaptasi kurikulum sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.

Beberapa bentuk adaptasi terhadap kurikulum dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif antara lain duplikasi, modifikasi, substitusi dan omisi.

Duplikasi merupakan pengembangan dan atau pemberlakuan kurikulum untuk peserta didik berkebutuhan khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang digunakan untuk peserta didik pada umumnya (reguler).

Artinya bahwa pemberlakuan kurikulum yang sama bagi peserta didik reguler dengan peserta didik khusus.

Model Modifikasi

Modifikasi merupakan mengubah kurikulum umum atau nasional dan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. Kurikulum umum yang diberlakukan untuk peserta didik reguler diubah untuk disesuaikan dengan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus.

Dengan demikian, peserta didik berkebutuhan khusus menggunakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Model Substitusi

Substitusi merupakan adaptasi kurikulum dengan cara mengganti sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu yang lain.

Hal tersebut dilakukan karena bagian yang diubah tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan mengganti dengan hal lain yang tentu sesuai dengan kebutuhan mereka.

Omisi

Omisi artinya menghilangkan. Adaptasi bentuk omisi merupakan upaya untuk menghilangkan sebagian atau keseluruhan dari kurikulum umum, karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Semua bentuk adaptasi tersebut terjadi pada tujuan pembelajaran, isi, proses dan evaluasi pembelajaran.

Sarana dan Prasarana (Hardware)

Sarana dan prasarana merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam dunia pendidikan termasuk pendidikan inklusif.

Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif harus bisa memfasilitasi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Memfasilitasi kebutuhan dimaksud seperti aksesibilitas, mobilitas, kenyamanan, keamanan dan keselamatan baik fisik, mental maupun psikologis peserta didik.

Aksesibilitas sarana dan prasarana misalnya dengan menyediakan pintu mudah dibuka, ramp bagi peserta didik yang menggunakan kursi roda dan sebagainya. Mobilitas yang memudahkan bagi peserta didik berkebutuhan khusus bisa dilakukan dengan cara pengaturan tempat duduk di dalam kelas yang memudahkan pergerakan peserta didik berkebutuhan khusus, menciptakan lingkungan sekolah yang sejuk, rindang, tanpa perundungan tentu akan memberikan kenyamanan dan psikologis, sosial-emosional peserta didik berkebutuhan khusus. Penggunaan Safety Holder pada toilet, instalasi kelistrikan yang aman merupakan bentuk layanan dukungan sarana dan prasarana yang dapat menjamin keamanan dan keselamatan peserta didik berkebutuhan khusus.(***)

Bagikan