KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Merasa tertipu, MMO melaporkan PPK, salah satu Komisioner KPU Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Korban melapor terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan terlapor dengan nomor laporan I-P/L- DKPP/2023 tanggal 9 Juli 2023.
Hal itu diungkapkan korban/pelapor MMO kepada wartawan di Kupang, Sabtu (2/9/2023).
Atas laporan itu, menurut korban, pihak DKPP sudah menggelar sidang kode etik pekan lalu, dan menurut rencana sidang lanjutannya dilangsungkan 7 hari ke depan.
Kasus yang dilaporkan korban terkait perselingkuhan, kekerasan psikologis, menipu, tidak menjaga marwah dan martabat lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana yang tertuang dalam pasal 90 ayat (1) huruf c PKPU 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yakni menjaga sikap dan tindakan agar tidak merendahkan integritas pribadi dengan menjauhkan diri dari perselingkuhan, penyalahgunaan narkoba, berjudi, menipu, miras, tindak kekerasan dan lainnya yang dilarang oleh ketentuan perundang-undangan dan pasal 7 ayat (1), pasal 12 huruf (a), pasal 15 huruf (a) Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu No.2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.
Ia mengisahkan, kronologis kejadiannya, hampir 7 tahun sejak 2016 – 2022, korban menjalani hidup suami istri dengan teradu PPK, seorang Komisioner KPU Kabupaten Lembata yang telah menikah dan memiliki 2 anak.
Hubungan itu lanjut korban, dimulai sejak Tahun 2016 saat teradu masih menjabat Ketua KPU Lembata di periode pertama masa jabatannya.
Saat mendekati pengadu, teradu mengaku telah berpisah dengan istri dan sedang mengurus proses anulasi (pembatalan nikah) atau perceraian secara katolik.
Hubungan keduanya diketahui oleh istri sah teradu sehingga terjadi kekerasan fisik berupa pemukulan dan kekeran verbal yang dilakukan oleh istri teradu terhadap pengadu.
Ketika pengadu meminta penjelasan atas kejadian tersebut, teradu beralasan bahwa istrinya cemburu karena anak-anaknya lebih dekat dengan pengadu ketimbang ibu kandungnya.
Istri teradu kemudian mengirim pesan kepada pengadu berisi permintaan maaf dan penegasan bahwa ia dengan suaminya memang benar-benar berpisah dan tidak apa-apa jika pengadu melanjutkan hubungan dengan suaminya karena dia gengsi untuk rujuk, terang MMO.
Selanjutnya, teradu melanjutkan S2 di Jogya yang dibiayai oleh teradu.
Selama kuliah, menurut dia, teradu rutin menemui pengadu di Jogya setiap ada kegiatan KPU di luar Kabupaten Lembata.
Teradu juga datang menemui orangtua pengadu untuk menyampaikan bahwa dia sedang mengurus pembatalan nikah.
Untuk meyakinkan pengadu, teradu bercerita bahwa dia telah menjalani sidang pembatalan nikah bersama uskup dan saksi pernikahan.
PadaTahun 2022 , teradu mengirim foto bersama Romo Ben untuk meyakinkan pengadu seakan-akan teradu sudah mengurus pembatalan nikah dengan istrinya tinggal menunggu dikeluarkannya status liber (status lajang) untuk teradu dari keuskupan.
Setelah pengadu meminta tolong teman untuk mengecek kebenarannya di keuskupan, ternyata tidak ada proses pembatalan nikah antara teradu dengan istrinya.
Teradu merasa dilecehkan, ditipu, diperdaya dan dipermainkan dengan cara manipulatif demi kepuasan nafsu teradu.
Atas peristiwa itu, dirinya mengalami kerugian mental hingga stres berat.
Karena itu, pengadu minta DKPP untuk memeriksa dan memutuskan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan teradu sesuai aturan yang berlaku.
Teradu saat dikonfirmasi media ini berulangkali via handphonnya tidak aktif. (red)