Mengulik Kisah Janda Muda di Mangarai Menjadi Tulang Punggung Menafkahi Keluarganya


SEMENJAK suaminya meninggal dunia pada bulan Agustus 2021 lalu, kehidupan ekonomi keluarga Yoviana Celi (33) bersama dua buah hatinya semakin sulit.

Suaminya meninggal dunia akibat terserang penyakit gula yang dideritanya selama 2 tahun.

Seorang ibu yang berstatus janda muda ini berjuang menafkahi dua anaknya, di Kampung Copu, Desa Wae Codi, Kecamatan Cibal Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Demi menafkahi keluarganya, ibu janda yang memiliki dua orang anak ini terpaksa bertahan hidup sebagai buru tani dengan upah Rp 35.000/ hari, itupun kalau ada warga masyarakat atau keluarga terdekat yang membutuhkan tenaga kerja untuk membersihkan kebun mereka.

Sebelumnya, selama dua tahun penyakit yang dialami suaminya, ia tak lelah menjaga dan merawat suaminya itu dengan segala cara hingga pengobatan ke Rumah Sakit maupun obat -obatan herbal alami di kampungnya. Namun pada bulan Agustus 2021 lalu, sang suami tercinta meninggal dunia.

Saat itu pula ia mulai berperan ganda sebagai ayah sekaligus ibu untuk kedua anak tercintanya.

Rabu, (15/12/2021) awak media ini pun berkesempatan menghampiri di kediamannya sambil mengobrol dengannya. Pada kesempatan itu, ibu dua anak ini masing-masing Sandry (11) dan Nanda (5) di rumahnya yang masih jauh dari kata layak.

Ia pun menceritakan sejak sang suami meninggal dunia, anaknya perempuan yang bungsu masih saja selalu memanggil nama ayahnya di kala malam tiba.

“Semenjak suami saya meninggal, saya tidak bisa berbuat apa apa, hanya bisa pasrah sama yang Kuasa, sampai saat ini anak saya yang ke-2 masih terus memanggil bapaknya. Kalau malam dia (Nanda, red) lagi tidur tiba-tiba teriak dan memanggil papa,” kisah Yoviana meniru ucapan anaknya.

Dengan keadaan yang serba kekurangan saat ini, ia tetap bekerja keras untuk menghidupi dua buah hatinya.
Hasil dari buruh taninya, tidak cukup untuk menghidupi kedua anaknya.

“Apalagi keadaan keluarga saya pada saat ini sangat krisis ekonomi atau sulit mendapatkan uang, makanya saya harus kerja keras. Namun, hasilnya tidak cukup untuk membeli beras, karena upah hariannya hanya Rp 35.000/hari.
Untuk membeli beras saja tidak cukup, mana saya harus bayar cicilan seminggu sekali,” keluh wanita yang biasa disapa Ovin itu.

Yang menambah ia beban lagi harus membayar cicilan uang pinjaman untuk biaya pengobatan/perawatan selama suaminya masih sakit.

Ia mengaku, uang yang ia pinjam tersebut untuk merawat almarhum suaminya Kasmir Ncilar yang saat itu sementara sakit berat karena mengidap penyakit gula selama 2 tahun.

Kini cicilan itu ia tetap harus bayar seminggu sekali, tidak seimbang dengan upah yang ia terima hanya Rp 35.000/hari.

“Sewaktu suami saya masih hidup, saya meminjam uang di Koperasi PNM Mekar sebesar Rp 4 juta untuk keperluan membeli obat buat suami saya dan membeli beras, itu makanya saya bayar cicilan koperasi mingguan sebesar Rp100.000/minggu di Koperasi PNM Mekar” kata wanita kelahiran Manggarai Timur itu.

Dalam keadaan seperti itu, ia tidak mudah menyerah dan terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan setiap hari.
Ia berharap, semoga Pemerintah Kabupaten Manggarai bisa memperhatikan keluargannya dalam bentuk apa saja.

“Apalagi anak saya yang pertama (Sandri, red) tidak bisa bicara (bisu) semenjak lahir. Pinginnya anak saya ini masuk di SLB, tapi mau bagaimana lagi, untuk makanan sehari saja susah saya cari, apalagi mau sekolahkan dia di SLB. Saya berharap, semoga Pemerintah Daerah (Pemda) Manggarai bisa memperhatikan anak saya,” harap Ovin.(Alfonsius Abun/NTT Pembaruan)

Bagikan

One thought on “Mengulik Kisah Janda Muda di Mangarai Menjadi Tulang Punggung Menafkahi Keluarganya

Comments are closed.