KUPANG, NTT PEMBARUAN.id – Sebedus Halla, siswa kelas IX A, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 14 Kota Kupang dikeluarkan dari sekolah tersebut berdasarkan hasil rapat dewan guru.
“Apa yang sudah diputuskan dalam rapat dewan guru tidak dapat dimentahkan kembali, dan itu adalah final. Sebab, keputusan itu merupakan keputusan kolektif dan kolegial dari sebuah lembaga,” kata Kepala SMPN 14 Kota Kupang, Amandus Dalot,S.Pd kepada wartawan usai memimpin rapat dewan guru di sekolahnya, Selasa (6/11/2018).
Rapat dewan guru, Selasa (6/11/2018) hanya mau mempertegaskan, apakah para guru tetap pada komitmen awal, yakni tetap mengeluarkan siswa bernama Sebedus Halla atau tidak. Ternyata, hasilnya tidak berbeda dengan rapat pertama, yaitu tetap mengeluarkan Sebedus Halla dari sekolah tersebut.
Sekolah terpaksa mengeluarkan siswa tersebut, karena sudah berulangkali melakukan pelanggaran tata tertib (Tatib) sekolah, dimana yang bersangkutan masuk dalam kategori kenakalan berat hingga melukai gurunya.
Ada tiga poin dalam Tatib sekolahnya yang tidak boleh dilanggar siswa, yakni melakukan kasus asusila, narkoba dan kenakalan berat. Kalau salah satu dari tiga poin ini dilanggar, maka konsekuensinya siswa tersebut dikeluarkan dari sekolah melalui rapat dewan guru.
Ia menyebutkan, dua bulan lalu ada dua siswa yang dikeluarkan dari sekolah tersebut karena melakukan pelanggaran asusila. Atas keputusan itu, dengan “lapang dada” keluarga menerimanya.
Berbeda dengan siswa Sebedus Halla ini, kata dia, sudah dikeluarkan dari sekolah dan sekolah memfasilitasi pemindahannya ke SMPN 6 Kota Kupang, tetapi yang bersangkutan malah menghabiskan waktu sekolahnya hanya duduk-duduk di ruang Pengawas Binaan SMPN 14 Kota Kupang di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang.
Amandus juga mengaku, dirinya pernah diintervensi oleh Erik Lailena, Pengawas Binaan SMPN 14 Kota Kupang di Dinas P dan K Kota Kupang yang memaksa sekolah untuk membatalkan rapat dewan guru, dan menerima kembali siswa bernama Sebedus Halla itu.
Ia menduga, ada kepentingan lain dari pengawas sekolah tersebut, sehingga ngotot untuk mengembalikan siswa Sebedus Halla ke SMPN 14 Kota Kupang. Padahal, antara Kepala SMPN 14 Kota Kupang dengan Kepala SMPN 6 Kota Kupang sebagai sekolah penerima sudah asese terhadap pemindahan siswa tersebut.
“Kami mengeluarkan siswa Sebedus Halla dari sekolah, karena yang bersangkutan sudah melakukan pelanggaran Tatib sekolah berulangkali, yaitu kenakalan berat, tidak saja rekan sekolahnya menjadi korban, tetapi juga gurunya,” urai dia.
Ia menceritakan, kasusnya bermula dari ada ulangan mata pelajaran IPS yang dibawakan gurunya bernama Robert. Halla bukannya mengikuti ulangan saat itu, malah berkeliaran di luar kelas, dan mondar mandir dari satu ruangan ke ruangan lainnya sambil berteriak-teriak.
Melihat prilaku anak itu, pak Markus yang adalah salah satu guru SMPN 14 Kota Kupang menegurnya dengan mengatakan, kamu (Sebedus Halla,red) tidak ikut pelajaran, jawab Halla saat itu, guru tidak ada, kisahnya.
Bukan hanya itu saja, menurut Amandus, tahun lalu saat guru agama kristen mengajar di dalam ruangan kelas, tiba-tiba siswa bernama Halla ini melompat dari atas plafon,sehingga mengganggu jalannya Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) kala itu.
“Saat itu, saya bilang kepada guru agamanya jangan marah karena anak tersebut adalah anak yatim piatu. Tidak hanya itu saja, malah pada saat rapat kenaikan kelas saya tetap mempertahankan anak tersebut untuk naik kelas.
Dengan menggunakan hak prerogatif, saya membantu anak tersebut untuk bisa naik kelas waktu itu,” tandasnya.
Kata Amandus, sekolah tidak bisa mentolerir lagi sikapnya, karena setiap guru menegurnya malah menantang gurunya untuk berkelahi. Yang sangat menyakitkan hati para guru, menurut Amandus, siswa bernama Halla itu mendorong pak Markus, salah satu guru di sekolah itu hingga tangan terluka.
Atas sikap siswa itu, guru-guru SMPN 14 Kota Kupang melakukan demo mogok mengajar di sekolah, dan meminta kepala sekolah melakukan rapat dewan guru untuk segera mengeluarkan siswa tersebut dari sekolah itu.
Permintaan para guru itu langsung diresponnya, dan dilakukan rapat dewan guru yang hasilnya sepakat mengeluarkan siswa bernama Halla itu dari SMPN 14 Kota Kupang.
Terhadap karakter siswa tersebut, kepala sekolah juga pernah menyerahkan kepada wali kelasnya untuk melakukan pembinaan. Tetapi, hasilnya bukannya mengalami perubahan, malah lebih nakal lagi.
“Yang namanya kasus kekerasan terhadap guru, kasus asusila, dan kasus narkoba langsung kami dikeluarkan dari sekolah. Ini sudah Tatib sekolah yang harus dilaksanakan. Tidak bisa ditolerir lagi,” tukas dia.
Walaupun demikian, naluri sebagai orangtua, Amandus tetap mendekati anak itu dan menawarkan dua opsi untuk dipilih, yakni SMPN 6 Kota Kupang dan SMPN 19 Kota Kupang, yang bersangkutan memilih SMPN 6 Kota Kupang.
“Atas pilihan dia (Sebedus Halla,red) itu, saya langsung menghubungi Kepala SMPN 6 Kota Kupang untuk menerima siswanya itu. Saat itu, Kepala SMPN 6 Kota Kupang tidak keberatan menerima siswa tersebut, sehingga tidak ada persoalan lagi,” kata Amandus.
Menurut dia, tidak saja memberikan surat pindah kepada siswa tersebut, tetapi dirinya juga rela mengeluarkan uang pribadi sebesar Rp 500.000 untuk memperlancar urusan anak tersebut di sekolah yang baru.
Jika masih ada yang mempolemik atas keputusan dewan guru yang mengeluarkan siswa tersebut, menurut dia, itu hanya segelintir guru saja bekerjasama dengan Pengawas Binaan SMPN 14 Kota Kupang yang ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Kupang.
Hal itu terbukti, dimana setiap hari siswa bernama Halla itu bukannya pergi ke sekolah SMPN 6 Kota Kupang, tetapi malah duduk-duduk di ruang kerja Pengawas Binaan SMPN 14 Kota Kupang di Dinas P dan K Kota Kupang bernama Erik Lailena. “Pengawasnya malah menyuruh kami untuk membatalkan hasil rapat dewan guru, dan memaksa sekolah untuk mengembalikan anak itu. Kami tetap berkomitmen untuk menolaknya. Kami menduga, pengawas tersebut melindungi anak itu ,” pungkasnya.
Karena itu, dari hasil rapat dewan guru, Selasa (6/11/2018) bersepakat untuk menolak Erik Lailena, selaku pengawas binaan di sekolah mereka.
Menurut rencana, surat pernyataan sikap penolakan itu ditujukan kepada Koordinator Pengawas (Korwas) Dinas P dan K Kota Kupang, dengan tembusan Kadis P dan K Kota Kupang, Walikota Kupang, dan Wakil Walikota Kupang diserahkan paling lambat, Rabu (7/11/2018). (ade)