KUPANG, NTT PEMBARUAN.id – Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah mengantongi izin lingkungan pembangunan Bendungan Lambo, di Mbay, Kabupaten Nagekeo.
“Kami sudah mengantongi izin lingkungan dari Gubernur Nusa Tenggara Timur,” kata Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II (BWS NT II) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Agus Sosiawan kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (31/7/2019).
Agus mengatakan, rencana pembangunan Bendungan Lambo masih terdaftar dalam program pemerintah pusat (Pempus) yang merupakan bagian dari tujuh bendungan lainnya yang dijanjikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di NTT.
Dari tujuh bendungan yang dijanjikan Presiden Jokowi pada kepemimpinan jilid pertama, dua diantaranya sudah diresmikannya, yakni Bendungan Raknamo, Kabupaten Kupang, dan Bendungan Rotiklot, Kabupaten Belu.
Sedangkan tiga bendungan lainnya yang sementara dalam tahap proses pembangunan, yaitu Bendungan Napun Gete, Kabupaten Sikka, Bendungan Temef, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Bendungan Manikin, Kabupaten Kupang.
Sementara dua bendungan lainnya, yakni Bendungan Lambo di Mbay, Kabupaten Nageko, dan Bendungan Kolhua, Kota Kupang dalam tahap proses negoisasi pembebasan lahan, dan itu domainnya pemerintah daerah setempat, kata Agus.
Untuk pembangunan Bendungan Lambo, kata Agus, Gubernur NTT telah mengeluarkan surat keputusan, tentang pengadaan lahan, dan tanggal 25 Juli 2019 baru-baru ini, tim sudah bertemu dengan Bupati Nagekeo untuk melakukan sosialisasi dan memberi pemahaman kepada masyarakat.
“Saat melakukan sosialisasi memang masih ada satu, dua orang yang menyuarakan soal penempatan lokasinya. Kita akan tampung semua lalu dibahas secara bersama untuk menemukan solusinya, tetapi tidak boleh menghentikan pembangunannya,” ujar dia.
Selanjutnya, Pemkab Nagekeo membentuk tim untuk melakukan pendataan awal semua lahan yang masuk dalam areal pembangunan itu, baik fisik maupun non fisik yang akan bekerja mulai tanggal 5 Agustus 2019 hingga 30 hari ke depan.
Pendataan fisik, seperti luas tanah, dan jenis tanaman yang ditanam di atasnya. Sedangkan, pendataan non fisik untuk mengetahui status kepemilikan lahannya, apakah tanah itu telah memiliki sertifikat atau belum, lalu bagaimana riwayat kepemilikannya, sehingga bisa mendapatkan kepastian status kepemilikannya, kata Agus.
Hasil kerja tim itu nanti, dilaporkan ke Gubernur NTT. Apabila, ada masyarakat yang melakukan keberatan, maka diberi waktu selama 30 hari lagi untuk diselesaikannya. Jika selama 30 hari belum juga diselesaikan, maka tim itu melaporkan ke Gubernur NTT, supaya dibentuk tim khusus untuk menilai keberatannya itu berdasar atau tidak.
Hasil penilaian tim khusus itu nanti, lanjutnya lagi, dilaporkan ke Gubernur NTT untuk memutuskan, apakah menerima keberatan masyarakat itu atau tidak. Kalau tidak ada keberatan, Gubernur NTT langsung menandatangani berita acara penetapan lokasi.
“Selanjutnya, kita melakukan proses untuk pengadaan lahannya. Setelah peta bidang tanahnya diperoleh, kita tahu siapa-siapa yang perlu dilakukan pembebasan lahannya untuk dilaksanakan pembayaran. Nanti, ada suatu lembaga khusus yang ditugaskan di bawah kementerian untuk mengatur biaya pembebasan lahan yang terpusat di Jakarta yang disebut Lembaga Manajemen Aset Negara,” sebut Agus.
Menjawab wartawan soal lokasi yang telah ditetapkan sebelumnya, apakah mengalami perubahan, jawab Agus, tidak mengalami perubahan, karena telah melalui suatu kajian tehnis.
“Siapapun tidak bebas menentukan titik lokasi yang layak, kecuali kami atau tim tehnis sebagai perpanjang tangan pemerintah pusat di daerah,” tukasnya.
Ia optimis, kalau semua prosesnya berjalan aman, maka pembangunanya dimulai tahun ini karena Bendungan Lambo termasuk salah satu dari 9 bendungan lainnya di Indonesia yang dibangun tahun ini.
Menyinggung soal rencana pembangunan Bendungan Kolhua, di Kota Kupang yang sampai hari ini belum ada titik terangnya, kata Agus, masih dalam tahap negoisasi antara pemerintah daerah dengan masyarakat.
“Prinsipnya, kami menunggu keputusan Pemprov NTT bersama Pemkot Kupang dengan masyarakat terkait pembebasan lahannya. Kami berharap, Pemkot Kupang dan Pemprov NTT bisa menyelesaikan masalah lahan ini secepatnya, sehingga kami siap membangun,”pungkasnya. (ade)