Categories Daerah Opini

Telisik Tiga Tungku Kekuatan BUMDes di Desa Adat Wologai Tengah

Oleh : Intiyas Utami, Guru Besar UKSW, Pegiat BUMDes

DESA ADAT Wologai terletak di Desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko kurang lebih 40 km arah timur Kota Ende, yang berada di sekitar Taman Nasional Kelimutu. Jumlah penduduk laki-laki 443 orang, perempuan 487 orang, sehingga total 930 orang dari jumlah kepala keluarga sebanyak 229 KK.

Secara geografis, Desa Wologai Tengah berada di Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa adat ini terletak di ketinggian sekitar 1.045 mdpl dan telah berusia kurang lebih sekitar 800 tahun.

Luas wilayah administrasi desa itu kurang lebih 64 km2 terdiri dari empat dusun, yaitu Dusun Wologai, Faunaka, Resetlemen dan Pasado’o. Kabupaten Ende sendiri terbagi menjadi dua suku, yaitu Suku Ende dan Suku Lio. Sebagian besar mata pencaharian dari penduduk desa adalah petani dan pekebun.

Desa adat Wologai memiliki sejumlah bangunan rumah adat yang berarsitektur tradisional yang tertata rapi membentuk lingkaran. Rumah adat tersebut sering disebut sebagai Sa’o Ria. Sebagai salah satu desa adat yang masih memegang teguh tradisi budaya dan adat Lio, dapat ditunjukkan dengan masih utuhnya kultus seremonial atau ritual adat sampai dengan saat ini.

Pemangku adat di desa adat ini disebut dengan Mosalaki. Seluruh seremonial adat harus dilaksanakan sesuai dengan urutannya, jika sampai tidak dilaksanakan diyakini akan berdampak buruk atau negatif pada kehidupan masyarakat desa. Desa adat dengan basis kearifan lokal mengusung filosofi “tiga tungku” yaitu sinergi antara adat, agama dan pemerintah menjadi spirit pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Wologai Tengah.

Prof. Intiyas Utami, Aprina Nugrahesty, M.Ak (Universitas Kristen Satya Wacana) dan Yohanes Werang Kean (Universitas Flores) mendampingi pembentukan BUMDes Wologai Tengah dalam rangka penelitian Ristekdikti. Target dari kegiatan riset kolaborasi tersebut adalah terbentuknya BUMDes dengan nilai-nilai kearifan lokal dan memiliki tata kelola yang baik.

Tahap pertama riset adalah pengenalan potensi desa melalui kegiatan bentang desa dalam Focus Group Discussion yang dihadiri oleh kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa, musalaki, perwakilan Taman Nasional Kelimutu, perwakilan masyarakat desa, dari kelompok PKK maupun dari BPD.

Dalam FGD pada tanggal 19–20 Agustus 2019 lalu, ditemukenali bahwa keunggulan desa adat Wologai Tengah adalah desa wisata budaya dengan atraksi upacara adat dan desa adat, kafe penjualan kopi dan adanya air terjun.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembentukan Bumdes adalah nirpadunya keinginan para pemangku kepentingan dengan kemampuan para calon pemimpin Bumdes. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sinergi antara pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam mengawal pembentukan BUMDes sampai pada pelaksanaan program BUMDes.

Hal yang berpotensi menjadi masalah adalah ketidakkonsistenan komitmen pimpinan desa dalam menjalankan keberlanjutan Bumdes sebagai mitra desa, belum siapnya para pemimpin Bumdes dalam menyusun tata kelola Bumdes.

Untuk itu, sangat diperlukan peran akademisi sebagai pendamping desa, mengingat pariwisata sebagai salah satu program pemerintah yang mampu menggerakkan ekonomi melalui strategi program pendampingan intensif dan berkelanjutan serta sinergi ABCGFM dengan filosofi Tiga Tungku. (*)

Berita lainnya