Salahkah Berbagi Praktik Baik Dalam Pembelajaran ‘Merdeka belajar’?

Oleh: Gregorius Ganggur-Guru SMAN 1 Satarmese

Tulisan ini murni pandangan pribadi penulis. Pandangan ini tidak mewakili lembaga dimana penulis berkarya.

Membagikan praktik baik dalam pembelajaran saat ini ramai menghiasi berbagai media dan platform pembelajaran. Berbagai media baik yang diakses secara daring maupun luring menawarkan keunikan dan daya pikat tersendiri untuk menjadi media penunjang sekaligus menjadi media utama dalam merancang, mendesain, dan mengevaluasi program kegiatan dan proses pembelajaran di sekolah.

Praktik baik tersebut tentunya berangkat dari pandangan para ahli, pengalaman dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran. Guru yang melakukan praktik baik dalam pembelajaran tentunya memiliki pengetahuan yang cukup baik kognitif, pedagogik dan kemampuan lainnya dalam menunjang sebuah program yang dianggap baik untuk dibagikan ke khalayak umum.

Dengan kemajuan teknologi, guru yang melakukan praktik baik membagikan pengalaman, pengetahuan dan kemampuannya dengan pemanfaatan fitur atau media yang menarik dan bisa dijadikan referensi serta bahkan menjadi ilmu pengetahuan baru bagi pembaca. Namun demikian, tidak sedikit pula para guru dan pemerhati pendidikan melihat hal tersebut dari sudut pandang yang berbeda. Melalui berbagai media sosial, ruang diskusi dan bahkan dalam forum ilmiah pandangan buruk terhadap membagikan praktik baik dalam pembelajaran muncul dari pelaku pendidikan itu sendiri.

Salah satunya adalah adanya stigma berbagi praktik baik sebagai narsisme dalam diri guru berbagi praktik baik yang telah dan sedang dijalankan di dalam kelas pun di luar kelas. Guru yang membagikan Pratik baik dianggap hanya sedang menjalankan projek penggarapan drama pencitraan diri. Guru hadir di kelas atau di tengah anak murid hanya untuk memenuhi hasrat atau kebutuhan untuk pengakuan dirinya bukan menjalankan tugas sebagai pengajar atau pendidik bagi murid; atau dalam bahasa mereka, kurikulum merdeka hanya membuat guru menjadi tukang selfie.

Bagi penulis, hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar terjadi. Perbedaan cara pandang itu bisa terjadi karena kekurangan ruang diskusi dan juga kekurangan referensi atau bahkan kekurangan kapasitas memori untuk menyimpan sisi baik dari sebuah praktik baik.

Adanya anggapan bahwa ‘Merdeka Belajar’ yang saat ini hadir lewat ‘Platform Merdeka Mengajar’ hanya membuat guru lupa akan tugas utamanya dan mengutamakan hasrat dan eksistensinya dalam media sosial adalah bentuk kegagalan memahami hakekat dan tujuan mulia merdeka belajar. Anggapan tersebut bagi penulis merupakan wujud justifikasi prematur terhadap tujuan kurikulum merdeka belajar. Penulis meyakini bahwa it’s really tells a book by its cover only tanpa memberikan ruang yang cukup untuk menyelam lebih dalam.

Platform Merdeka Mengajar hadir untuk membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman dalam menerapkan kurikulum merdeka belajar dan dapat dipelajari kapan saja dan dimana saja, dimana di dalamnya terdapat dua konten utama yakni pengembangan guru dan kegiatan belajar mengajar.

Dalam konten kegiatan belajar mengajar, proses berbagi praktik baik pada ruang AKSI NYATA. Sebelum guru membagikan praktik baik, terlebih dahulu memahami pengetahuan yang disajikan dalam bentuk video dan dokumen. Guru tentunya harus melewati tahap latihan pemahaman dengan menyelesaikan quiz yang disediakan. Selanjutnya, guru mengakses modul berikutnya pada topik yang sama untuk selanjutnya menyelesaikan tes akhir (Post-test).

Berhasil menyelesaikan post-test dengan pemahaman yang baik akan memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan aksi nyata sesuai dengan topik yang telah dipelajari. Dalam melakukan aksi nyata, seorang guru tentu membutuhkan kesiapan baik media yang digunakan, metode dalam proses pembelajaran maupun asset pendukung dalam menyukseskan pelaksanaan aksi nyata atau sesi dokumentasi dan pembuatan video pembelajaran. Kehadiran guru lain sebagai kolaborator tentu akan memberikan kontribusi tersendiri dalam pelaksanaan kegiatan aksi nyata.

Apakah selanjutnya langsung meng-upload dokumen tersebut? Tentu saja harus melalui proses editing dan pengamatan yang baik apakah sudah sesuai dengan persyaratan dalam pembuatan aksi nyata. Guru melakukan upload hasil karyanya, untuk selanjutnya dinilai oleh tim penilai tentang layak dan tidaknya praktik baik atau aksi nyata yang dilakukan untuk khalayak umum. Dari alur tersebut, apakah guru merdeka adalah guru selfie?

Dr. Kathryn Cramer, yang menekuni kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri menemukan teori Asset-Based Thinking; bahwa orang yang berpikir positif cendrung melihat sesuatu sebagai asset bukan sebagai masalah atau Problem-Based Thinking. Dari pertaanyaan di atas, guru yang berpikir berbasis masalah akan menemukan dalih baru bahwasanya media sosial dipenuhi dengan postingan dan narasi yang lebih mengedepankan kehebatan pembagi praktik baik.

Berbagi praktik baik akan memberikan ruang dan kesempatan untuk melihat, mencermati dan memunculkan ruang diskusi yang baik. Tentu hal itu akan mungkin terjadi manakala pembaca mampu keluar dari cara berpikir dan menempatkan diri pada posisi atau sudut pandang lain. Ketika hal yang dibagikan adalah sesuatu yang baru dalam praktik pembelajaran tentu akan memberikan ilmu dan kemanfaatan baru bagi pembaca. Pembaca akan mendapatkan nilai positif dari praktik pembelajaran baik tersebut.

Sesuatu yang baru bagi pembaca, akan memberikan peluang dan kesempatan untuk belajar memahami praktik baik dimaksud. Selain itu, tentu akan memberikan peluang untuk melakukan kolaborasi dengan pihak atau komunitas tertentu yang memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang tertentu.

Lalu apa kemanfaatan bagi pihak atau pembagi praktik pembelajaran? Tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang yang membagikan praktik baik akan bertemu dengan pihak atau pembaca yang benar-benar menjadi expert dalam bidang dimaksud. Hal ini tentu akan memberikan peluang bagi pembagi praktik baik mendapatkan masukan, saran, kritik dan bahkan ajakan untuk berkolaborasi demi keberlanjutan pembelajaran yang dibagikan ke khalayak umum.

Hal lainnya adalah sebagai bahan evaluasi terhadap sebuah program atau kegiatan yang sedang dan akan dijalankan dalam proses pembelajaran bagi pihak atau pembagi praktik baik.

Bagikan