HARUS diakui dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, sektor pertanian masih bertahan.
Pemandangan yang ada, para petani tetap beraktivitas dengan berbagai tanamannya.
Seperti yang dilakukan Faustinus Yoe Stiawan ( 53), petani asal Raba, Desa Raba, Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Yang bisa ia lakukan adalah menanam dan menanam.
Meskipun dirinya juga tidak bisa berbuat banyak ketika harga jatuh saat panen, namun ia tetap setia dengan pekerjaannya.
Ia juga mengaku masih sering menghadapi persoalan klasik dari dulu hingga sekarang. Kebutuhan pupuk seringkali terhambat, namun dengan berbagai cara petani yang satu ini tetap berupaya mendapatkannya, karena pupuk jadi kebutuhan dasar maka inovasi tetap dilakukan seperti pupuk organik untuk tanaman cabai dan sayur-sayuran yang ia lakoni saat ini.
Petani cabai, asal Desa Raba ini tak mengenal lelah dengan merawat tanamannya.
Ia mengisahkan, hasil dari panen terkadang sangat mepet jika dibandingkan dengan biaya tanam dan perawatan.
Namun, ia masih setia menggeluti profesi tersebut, karena sudah menjadi adat kebiasaan sejak dulu.
Meskipun ia juga khawatir sulitnya infrastruktur jalan, dari kampungnya menuju Kota Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Faustinus mengaku, sangat bersyukur dengan pemanfaatan pekarangan untuk kegiatan produktif di bidang pertanian.
Di saat susah untuk dibawakan ke Labuan Bajo, warga sekitarnya sengaja datang membeli ke lokasi sayur-sayuran dan cabai yang ia tanam. Kata dia, selama menanam jenis sayur-sayuran dan cabai, kebutuhan sehari-hari keluarganya sedikit terbantu.
“Puji Tuhan, dengan aktifitas saya dan istri untuk menanam sayur-sayuran, cabai, dan jenis tanaman lainya. Kalau sudah bisa panen seperti ini, saya merasa bangga, dalam arti bisa menutupi kebutuhan-kebutuhan saya, kebutuhan rumah tangga, itulah mengapa saya berusaha cabai,” ujar Faustinus Yoe Stiawan saat berbincang-bincang dengan NTT PEMBARUAN, di kediamannya, Rabu (9/3/2022).
Selaku petani, dirinya tentu punya mimpi untuk menjadi petani yang sukses dan memiliki segala prasarana pendukung untuk membantunya bekerja. Namun, impian itu hingga saat ini belum tercapai karena terkendala modal.
“Saya punya keterbatasan modal buat usaha. Saya boleh berniat mau mengembangkan tanaman cabai, tomat, sayur-sayuran dan lain-lain, tapi kendalanya adalah modal,” kisahnya dengan nada sedih.
Peria yang akrab disapa Faus itu mengatakan agar pemerintah bisa mengingatkan keluhannya sebagai petani.
Lebih lanjut, Faus mengatakan akan selalu berjuang karena bagi dia petani merupakan pekerjaan yang sangat mulia.
“Sebagai petani, saya terus berjuang karena saya sudah merasakan hasil dari pertanian saya sendiri, baik dari hasil tanam cabai maupun sayur-sayuran. Karena petani merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Saya hanya mengharapkan kepada pemerintah daerah untuk membantu modal usaha dan pemasarannya, sehingga hasil panennya laku terjual,” harapnya.
Dengan kemajuan pariwisata Labuan Bajo, kata Faus, tentu didukung oleh hasil pertanian yang memadai.
Selaku petani lokal, ia berharap kepada pihak hotel, restoran, dan pelaku usaha lainnya di Kota Labuan Bajo agar dapat menerima hasil bumi dari petani lokal, khususnya Kabuapaten Manggarai Barat.
Bagi dia, kemajuan pariwisata Labuan Bajo tidak terlepas dari hasil berbagai komoditi para petani untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. “Saya sebagai petani sangat mendukung pariwisata Labuan Bajo.
Sebagai petani lokal, kami berharap semua hotel, restoran, dan pelaku usaha lainnya di Kota Labuan Bajo dapat menerima hasil bumi dari kam berupa tanaman cabai, sayur-sayuran, buah-buahan yang kami tanam ini dengan menggunakan pupur organik,” harapnya. (fon)