KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi Nusa Tenggara Timur telah mengusulkan anggaran sebesar Rp 626 miliar untuk membangun kembali sejumlah infrastruktur yang rusak akibat bencana alam badai siklon tropis seroja tahun ini di 47 lokasi di NTT.
“Kami sudah usulkan ke Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) untuk membangun kembali sejumlah infrastruktur yang rusak akibat bencana alam badai siklon tropis seroja di 47 titik di NTT,” kata Kepala BWS NT II, Ir. Agus Sosiawan, MT didampingi Kasi Pelaksanaan Costandji Nait kepada wartawan di Kupang, Rabu (30/6/2021).
Infrastruktur yang mengalami kerusakan itu antara lain, jaringan irigasi, bendungan, embung, pengamanan pantai dan sungai yang tersebar di tiga satuan kerja (Satker) di Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II.
Selain itu, pihaknya mendapat penugasan dari Kementerian PUPR untuk membantu Bidang Perumahan dan Cipta Karya di lima titik di NTT untuk mendukung hunian tetap, dan yang sudah fix itu sebanyak 1.000 unit rumah masing-masing di Lembata, 700 unit rumah, dan 300 unit rumah di Adonara.
“ Kita sudah membagi tugas, mana yang airnya ditangani oleh Bidang Perumahan dan Cipta Karya dan mana yang merupakan tugas kami. Semuanya, sudah dibagi,” kata Agus.
Sedangkan, di Alor, lanjut dia, sudah dua kali dilakukan pertemuan dengan pemerintah daerah (Pemda) setempat di sana, tetapi belum clear atau belum diputuskan karena harus ada penyerahan lahannya yang legal dulu.
“Jadi intinya, kalau urusan air tanah, itu adalah tugas kami, tetapi kalau air permukaan, itu merupakan tugasnya Bidang Perumahan dan Cipta Karya. Jadi, tidak semua tempat itu kami yang tangani airnya, sehingga tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan di lapangan,”tandas Agus.
Butuh Proses Panjang
Menyinggung soal harapan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat kalau bisa tahun ini sudah mulai dibangun Bendungan Kolhua di Kota Kupang, kata Agus, untuk membangun bendungan itu membutuhkan proses yang panjang.
“Bukan hari ini ngomong lalu esok jadi. Tetapi, ada perizinan yang harus kita penuhi antara lain, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), Land Acquistion and Resetlement Action Plan (LARAP), penetapan lokasi (Penlok) oleh gubernur, baru kita sidangkan desainnya. Kita mempercepat boleh, tetapi tidak boleh melanggar aturan,” tukasnya. (red)