KUPANG, NTT PEMBARUAN.com- Kegiatan pariwisata alam sampai dengan bulan Oktober 2021 telah menghasilkan PNBP sebesar Rp 35,53 miliar . Hal ini membuktikan bahwa tata kelola jasa lingkungan berbasis masyarakat merupakan peluang bagi pemerintah untuk meningkatkan taraf perekonomian dan kompetensi masyarakat.
Demikian sambutan tertulis Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (Dirjen KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) , Ir. Wiratno,M.Sc yang dibacakan Sekretaris Direktorat Jenderal KSDAE, Suharyono,SH,M.Si,M.Hum pada pembukaan HKAN di Pantai Lasiana, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Senin (22/11/2021).
“Tahun 2020, PNBP kita hanya sebesar Rp 53,81 miliar atau turun sebesar Rp 68,5 miliar dari Tahun 2019 sebesar 171,18 miliar . Namun demikian, adanya reaktivasi obyek wisata alam di 106 Taman Nasional maupun Taman Wisata Alam di Indonesia,” kata Wiratno.
Selain itu, seiring dengan menguatnya perekonomian masyarakat maka tekanan terhadap kawasan pun akan berkurang. Dengan demikian, hutan lestari, masyarakat sejahtera bisa terwujud. “Penerapan reaktivasi obyek wisata alam di kawasan konservasi selama pandemi Covid-19 menjadi tantangan berat bagi kami di Direktorat Jenderal KSDAE dengan mengedepankan kehati-hatian,”ujar Wiratno.
Karena itu, penyiapan sarana prasarana pendukung, Standart Operasional Prosedur (SOP), Sumber Daya Manusia (SDM), koordinasi dengan Satgas Covid-19 di semua tempat serta para pihak terkait usaha untuk segera bisa mengatasi penyebaran virus corona ini.
Banyak studi tentang multiplier effects dari kegiatan pemanfaatan kawasan konservasi. Studi tersebut, menyatakan bahwa pemanfaatan jasa lingkungan seperti wisata alam adalah 15 sampai 20 kali lipat lebih besar dari PNBP yang diterima oleh negara.
Berdasarkan rekapitulasi nilai kelola ekonomi, dan salah satu contohnya, kata dia, di Taman Nasional Gunung Ceremai Jawa Barat dari Tahun 2015 sampai 2019 dengan menggunakan pendekatan multiplier effects melalui fungsi penelitian, pendidikan dan ilmu pengetahuan, fungsi jasa lingkungan, fungsi penunjang budaya, fungsi restorasi dan pemulihan ekosistem serta fungsi sosial sebesar Rp 201 miliar atau rasionya 1 dibanding 3 dengan realisasi APBN.
Berdasarkan data nilai kelola ekonomi bulan Januari sampai dengan Agustus 2021 sebesar Rp 32 miliar atau rasio 1 dibanding 4 dengan realisasi APBN yang dibelanjakan dalam pengelolaan Taman Nasional Gunung Ceremai. Hal ini menunjukkan bahwa animo masyarakat yang berkaitan dengan kawasan konservasi sangat tinggi di masa pandemi saat ini.
“Reaktivasi obyek wisata alam di kawasan konservasi juga momentum penerapan reservasi yang memperhatikan penghitungan daya dukung kawasan melalui e-booking yang nantinya ke depan kita bisa segera dilaunching oleh Dirjen KSDAE, untuk menghindari kerumuman atau massa berkumpul di satu titik lokasi destinasi wisata alam,” tandasnya.
Selain itu, tetap memperhatikan protokol kesehatan di semua kegiatan reaktivasi di Taman Nasional maupun di Taman Wisata Alam. Pada sisi ekonomi, reaktivasi obyek wisata di dalam kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap pemulihan perekonomian masyarakat.
Puncak peringatan HKAN Tahun 2021 ini mengusung tema Bhavana Satya Alam Budaya Nusantara atau “Memupuk Kecintaan Pada Alam dan Budaya Nusantara.” Hal ini, selaras dengan strategi pengembangan wisata alam conservation, community, and commodity, dimana, mengutamakan wisata yang berkualitas (quality tourism) dan mendorong berkembangnya wellnes tourism. Harapannya, lanjut dia, adalah durasi tinggal (length of stay) wisatawan pada tempat –tempat wisata alam ini semakin meningkat. dan semakin lama orang berada di tempat wisata alam ini. Hilirisasi industri pariwisata alam yang melibatkan banyak stakeholder dan digitalisasi UMKM dalam pemasaran dan promosi wisata juga selalu ditingkatkan.
Dikatakannya, puncak HKAN 2021 bersamaan dengan diselenggarakan peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional yang setiap tahunnya diperingati tanggal 5 November .
Tema tersebut, menurut dia, sangat berkaitan dengan kegiatan HKAN yaitu pelepasan liaran satwa liar, penanaman pohon sebagai upaya rehablitasi habitat serta pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar untuk kesejahteraan masyarakat dan penerimaan pendapatan devisa negara.
“Saya berpesan untuk semua sahabat saya, para pengelola kawasan konservasi yang hadir di tempat ini. Mari kita merangkul semua komponen yang terlibat dalam kegiatan konservasi ,merangkul masyarakat, memberikan akses serta prioritas kepada masyarakat di sekitar kawasan . Pandemi Covid-19, telah memberikan kesempatan bagi kita untuk mawas diri, agar pengelolaan hutan berkelanjutan ke depan lebih memperhatikan lingkungan, dan masyarakat sekitar tidak anti terhadap pembangunan,”ungkap Wiratno.
Sebelumnya, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat melalui Sekda NTT, Benediktus Polo Maing menyampaikan terima kasih kepada Ibu Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup melalui Sekretaris Direktorat Jenderal KSDAE, Suharyono,SH,M.Si,M.Hum atas penetapan lokasi perayaan HKAN Tahun 2021 ,dan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Kota Kupang, Provinsi NTT.
Tentunya, ada hal-hal yang menjadi pertimbangan teknis dan strategis dari KLKH dalam menetapkan lokasi Kota Kupang dipilih sebagai tempat perayaan kegiatan HKAN 2021. Penetapan Kota Kupang sebagai pelaksanaan HKAN 2021, tentunya sangat tepat karena provinsi ini memiliki keragaman yang tinggi.
“Kalau di lingkungan hidup, kita bicara tentang keanekaragaman hayati, provinsi ini juga memiliki keanekaragaman yang tinggi dari segala aspek. Kalau dari sisi konservasi, provinsi ini memiliki keunggulan-keunggulan komperatif jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Ada satwa Komodo di Taman Nasional Komodo (TNK) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, yang satu-satunya di dunia. Ada danau tiga warna Kelimutu di Kabupaten Ende, dan ada perburuan tradisional ikan paus,”sebut Polo Maing.
Karena itu, ia mengajak para peserta HKAN 2021, setelah mengikuti kegiatan ini atau sebelum pulang ke daerahnya masing-masing bisa jalan-jalan dulu ke sejumlah obyek wisata di NTT.
“Mumpung masih ada di NTT, mampirlah di Taman Nasional Komodo, dan Taman Nasional Danau Kelimutu dan obyek-obyek wisata alam lainnya di NTT. Komodo adalah satu-satunya di dunia dan di akhirat juga Komodo tidak ada. Kita juga memiliki Danau Kelimutu di Ende, Danau Tiga Warna yang juga merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Kelimutu, ada dugon liar di laut yang bisa dipanggil untuk merapat ke pengunjung dengan nama Mawar. Ada perburuan tradisional ikan paus. Tantangan kita adalah bagaimana memadukan kebiasaan masyarakat yang juga mempertahankan prinsip-prinsip konservasi. Ada juga taman wisata alam laut, yang tidak kalah hebatnya dengan Bunaken di Sulawesi Utara. Hanya promosi saja yang belum sehebat Bunaken,” kata Polo Maing.
Karena itu, menurut dia, NTT ini lebih tepat kalau disebut sebagai Miniator Indonesia. NTT memiliki 1.192 pulau dengan 3 pulau besarnya, yaitu, Flores, Sumba dan Timor. Masih banyak pulau yang belum diberi nama. Jumlah suku besar di NTT 18 suku tidak termasuk sub-sub sukunya dengan 69 bahasa daerah.
“Agama-agama besar lengkap di NTT. Jadi, dengan jumlah pulau dengan keanekaragaman suku , bahasa dan agama, tepat kalau kita sematkan NTT sebagai Miniatornya Indonesia. Bapak dan Ibu bersyukur sempat datang ke NTT, karena tidak semua orang berkesempatan untuk datang ke NTT. Dengan keanekaragaman yang tinggi, Pemerintah Provinsi NTT sedang mendorong berbagai program untuk memanfaatkan potensi-potensi yang ada untuk menyesejahterakan rakyat Indonesia yang ada di NTT,” sebutnya.
Dalam rangka ini, pemerintah telah menetapkan pariwisata sebagai prime mover pembangunan ekonomi . Dengan menggerakan pariwisata, menjadi rantai pasok untuk menggerakan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan lingkungan hidup dalam rangka menuju komitmen bersama bangsa ini untuk menuju kepada kesejahteraan masyarakat.
“Kami sedang berbenah menuju ke New Tourism Territory. Kita ingin menjadikan provinsi ini menjadi alternatif lain untuk berwisata. Mungkin sebagian besar sudah ke Bali, tetapi kalau ke NTT bisa dihitung dengan jari. Makanya, kalau sudah ke NTT itu yang baru luar biasa. Kami tidak ingin lagi akronim-akronim pesimistis NTT (Nanti Tuhan Tolong). NTT adalah New Toursm Territory, dan Nusa Terindah Toleransinya,” papar dia.
Turut hadir dalam acara pembukaan itu antara lain, Anggota Komisi IV DPR RI, Bunda Julie Sutrisno Laiskodat, Kepala BBKSDA NTT, Arif Mahmud, Arif Mahmud, Kadis Kehutanan dan Lingkungan Hidup NTT, Ibu Wagub NTT, Ny. Maria Nae Soi, Ibu Sekda NTT, Ny. Maria Polo Maing, para pimpinan perangkat daerah Tingkat NTT, Toga, Tomas Tokoh Perempuan, Tokoh Pemuda, Kepala UPTD, Lingkup Kementerian Direktorat Jenderal KSDAE se-Indonesia dan unsur pers. (red)