KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Kesaksian terdakwa Yuli Alfra (YA), selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek pembangunan NTT Fair Tahun 2018 tidak mampu membuktikan keterlibatan Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Lebu Raya (FLR).
Hal itu disampaikan Pengamat Hukum Universitas Nusa Cendana ( Undana) Kupang, Dr. Karolus Kopong Medan, S.H, M. Hum melalui press release yang diterima media ini, Jumat (15/11/2019) malam.
Berdasarkan pengamatannya dalam sidang lanjutan kasus itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor) Pengadilan Kupang, Jumat (15/11/2019) yang dipimpin majelis hakim, Dju Jhonson Mira Mangngi, S.H didampingi hakim anggota Ari Prabowo dan Ali Muhtarom, kasus yang diduga melibatkan FLR sudah menemukan titik terang dan justru mencapai anti klimaks.
Mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya yang sejak awal kasus ini mencuat digembar gemborkan sebagai orang yang ikut terlibat dalam kasus tersebut, menurut dia, justru semakin tidak terbukti. Berbagai keterangan yang terungkap selama persidangan berlangsung, terutama pada sidang, Jumat (8/11/2019) lalu maupun sidang, Jumat (15/11/2019) memperlihatkan tidak cukup bukti untuk menjadikan Mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya sebagai tersangka.
Sekali pun dalam sidang, Jumat (15/11/2019) terdakwa Yuli Alfra masih mengungkapkan bahwa dirinya beberapa kali menyerahkan fee proyek NTT Fair kepada FLR, baik melalui ajudan maupun menyerahkan sendiri kepada FLR di ruang kerja gubernur. Keterangan terdakwa Yuli Alfra tersebut, menurut pakar hukum Undana Kupang ini, tidak serta merta memiliki nilai pembuktian atas kasus dugaan korupsi NTT Fair.
Keterangan yang demikian itu baru bisa bernilai pembuktian ketika keterangan itu didukung dan memiliki keterkaitan yang erat dengan alat bukti lain, seperti keterangan terdakwa lain, keterangan para saksi, alat bukti surat, dan sebagainya.Majelis hakim tentunya tidak percaya begitu saja dengan keterangan terdakwa Yuli Alfra tersebut.
Apa lagi keterangan itu, lanjutnya, tidak didukung oleh bukti petunjuk lain untuk membenarkan pemberian fee kepada Mantan Gubernur NTT, FLR itu sungguh benar adanya. Misalnya, saat memberikan fee itu disaksikan oleh orang lain, ada namanya terdaftar di buku tamu saat penyerahan fee, ada bukti kwitansi, dan sebagainya.
Demikian pula terdakwa Yuli Alfra yang menerangkan di persidangan, bahwa FLR sempat berulang-ulang menyampaikan terima kasih atas pemberian fee proyek tersebut. “Lantas bukti petunjuk apa yang bisa digunakan untuk meyakinkan majelis hakim bahwa benar FLR menyampaikan hal itu kepada Yuli Alfra. Bahkan sangat mengherankan ketika Mantan Kadis PUPR NTT itu tidak mengetahui secara pasti berapa jumlah uang yang sudah diserahkan kepada FLR,” urainya.
Dia ( Yuli Alfra,red), kata Kopong, hanya memperkirakan saja jumlah uang yang diberikan kepada FLR kurang lebih di atas Rp 100 juta. “Oleh karena itu, menurut saya, keterangan terdakwa Yuli Alfra tersebut patut diragukan kebenarannya karena selain sering berubah-ubah, tidak konsisten, tetapi juga tidak didukung bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan,” tukasnya. Akibatnya, banyak keterangan dari terdakwa Yuli Alfra dalam perspektif hukum acara pidana tidak bernilai pembuktian. Dalam hal ini berarti keterangannya itu tidak dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran suatu peristiwa hukum. (ade)