KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Ruas Jalan Claretian sepanjang 600 meter, yang terletak di RT 34, RW 09, Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini kondisinya rusak parah.
Gaspar Kendjam, salah satu tokoh masyarakat RT 34, RW 09, Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang kepada media ini, Selasa (23/3/2021) mengaku, kalau Jalan Claretian yang rusak parah penuh dengan kubangan air itu sering terjadi kecelakaan, baik kepada para pejalan kaki maupun para pengendara.
Menurut Gaspar, jalan sepanjang 600 meter itu pernah dikerjakan dalam bentuk lapen pada zaman Walikota Kupang, S.K. Lerik (almarhum) dan masa jabatan Walikota Kupang, Daniel Adoe dikerjakan dalam bentuk hotmix. Tetapi, setelah itu sampai sekarang sudah tidak diperhatikan lagi.
Lalu kenapa diberi nama Jalan Claretian Matani, karena pusat Biara Claretian di Indonesia berada diantara Kelurahan Lasiana, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang dan Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
Selain Seminari Tinggi Claretian, di sepanjang ruas jalan itu juga ada Seminari Tinggi Hati Kudus, dan Biara Susteran RVM yang sewaktu –waktu dikunjungi pejabat tinggi gereja dari Roma.
Di sepanjang ruas jalan tersebut juga banyak pemukiman penduduk, kos-kosan mahasiswa yang kuliah di kampus terdekat di sekitarnya, seperti Unwira Kupang, Undana Kupang, Politani Kupang, dan Politeknik Kupang.
Karena kondisi jalannya berlubang, lanjut Gaspar, sering sekali terjadi kecelakaan baik kepada para pejalan kaki maupun para pengendara yang melintas di jalan itu.
Karena itu, kalau Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang mau mengerjakan jalan tersebut dalam tahun ini, ia minta, tolong dibangunkan satu paket dengan trotoarnya, sehingga bisa digunakan bagi para pejalan kaki.
“Kami minta Walikota Kupang, Jefri Riwu Kore untuk segera memperhatikan jalan ini. Kalau pada musim hujan selalu ada kecelakaan karena banyak lubang-lubang yang tertimbun air di sepanjang jalan. Gara-gara orang mau menghindari lubang saja bisa jatuh. Banyak pengendara yang patah kaki karena mengalami kecelakaan. Dan’ pada musim kemarau, kami menghirup debu yang beterbangan ke rumah –rumah penduduk di sepanjang jalan itu,” ujar Gaspar. (red)