Categories Daerah

Gerakan Peduli Mangrove di NTT Ditandai dengan Penanaman Mangrove di Pantai Oesapa Barat

KUPANG, NTT PEMBARUAN.id- Gerakan Nasional Peduli Mangrove, Pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan Kampung Hijau Sejahtera di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditandai dengan penanaman 2000 anakan mangrove di kawasan ekowisata hutan mangrove Pantai Oesapa Barat, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Rabu (7/8/2019).

Secara nasional, Gerakan Nasional Peduli Mangrove, Pemulihan DAS dan Kampung Hijau Sejahtera  tahun ini dipusatkan di Kelurahan Tanjung Piayu, Kecamatan Sei Beduk, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang diinisiasi oleh Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Siti Nurbaya dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan, Helmi Basalama dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam acara Gerakan Nasional Peduli Mangrove, Pemulihan DAS dan Kampung Hijau Sejahtera di Kawasan Hutan Mangrove  Pantai Oesapa Barat, Kota Kupang, Rabu (7/8/2019) mengatakan,  Indonesia dikaruniai mangrove terluas yang mencapai 20 persen dari luas mangrove di dunia dan juga memiliki keanekaragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling bervariasi.

Warisan alam yang sangat luar biasa ini, menurut dia,  memberikan tanggung jawab yang besar bagi Indonesia untuk melestarikannya. Berdasarkan hasil penyusunan One Map Mangrove Nasional sampai dengan Tahun 2018, dari ±3,79 juta Ha luas mangrove Indonesia, seluas ±2,62 juta Ha (69 persen) ekosistem mangrove dalam kondisi baik dan seluas ±1,19 juta Ha (31 persen) dalam kondisi kritis.

TANAM MANGROVE- Masyarakat sedang menanam anakan mangrove di Kawasan Eko Wisata Hutan Mangrove di Pantai Oesapa Barat, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (7/8/2019) (Foto : Kanisius Seda/NTT PEMBARUAN.id)

Lebih lanjut, ia mengatakan, Kementerian LHK sangat menaruh perhatian besar akan kelestarian ekosistem mangrove ini, dikarenakan memiliki banyak fungsi dan manfaat, antara lain, sebagai pelindung erosi dan abrasi air laut, sebagai penyangga dan pencegah intrusi air laut,  tempat berlindung/berkembangbiaknya berbagai jenis fauna dan biota laut,  sumber pendapatan masyarakat (berupa ekowisata, pemanfaatan kayu, dan non kayu), penyimpan karbon, serta sebagai mitigasi bencana.

Ia mengatakan, dari hasil penelitian bahwa lebar tanaman mangrove ±100 m dengan ketinggian akar ±30 cm sampai 1 m dapat mereduksi besarnya gelombang tsunami  ±90 persen.

“Disamping itu juga, hutan mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon 5 kali lebih baik dari hutan daratan, sehingga ekosistem mangrove perlu tetap dipertahankan sebagai bagian dari upaya kita untuk menangani masalah lingkungan.  Perlu kita sadari, bahwa kebiasaan dalam keseharian kita yang turut menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove, antara lain konversi lahan menjadi area penggunaan lain, perambahan, pencemaran, perluasan tambak, serta praktek budidaya yang tidak berkelanjutan. Perubahan bentang lahan terutama menjadi tambak menyebabkan terlepasnya emisi karbon yang dapat berkontribusi dalam peningkatan suhu bumi,” jelas dia.

Ada beberapa hal yang telah dan akan dilaksanakan terkait dengan pengelolaan ekosistem mangrove antara lain, pertama,         telah melaksanakan rehabilitasi kawasan mangrove seluas 31.673 Ha melalui dana APBN dan terus akan melakukan program rehabilitasi mangrove minimal 2.000 Ha per tahun.

Kedua, mendorong gerakan rehabilitasi mangrove dengan melibatkan para pihak antara lain, pemerintah daerah, masyarakat, LSM, dan BUMS (melalui CSR), sehingga fungsi ekosistem mangrove dalam mitigasi bencana dapat ditingkatkan.

Ketiga, peningkatan keberhasilan RHL mangrove melalui peningkatan kapasitas SDM di bidang mangrove, keempat, meningkatkan peran ekosistem mangrove untuk meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pengembangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan.

Kelima,            mendorong dan memfasilitasi pengembangan model pengelolaan mangrove produktif melalui sistem budidaya silvofishery untuk meningkatkan produksi udang, kepiting, dan biota lainnya.


Inilah Kawasan Eko Wisata Hutan Mangrove Pantai Oesapa Barat, Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). (Foto : Kanisius Seda/NTT PEMBARUAN.id)

Ia juga menyebutkan, kegiatan penanaman mangrove dalam rangka Gerakan Nasional Peduli Mangrove, Pemulihan DAS dan Kampung Hijau Sejahtera kali ini secara serentak dilaksanakan pada 12 provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Jambi, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat dengan total  penanaman, 60.000 batang yang melibatkan jajaran pemerintah daerah, organisasi wanita, unsur TNI/Polri, UPT Kementerian LHK, LSM, pramuka, mahasiswa serta masyarakat.

“Melalui momentum Hari Konservasi Alam Nasional Tahun 2019, mari kita gelorakan semangat menanam mangrove. Mengingat manfaatnya yang begitu besar, perlu peran serta seluruh elemen bangsa untuk bahu-membahu memberikan kontribusi dalam rehabilitasi dan pelestarian hutan mangrove. Kami mengajak semua pihak termasuk masyarakat untuk bersama-sama kita menjaga mangrove,” imbuhnya.

Hadir pada kesempatan itu, Ketua Tim Penggerak PPK Provinsi NTT, Ny. Juliana Laiskodat, Kepala BPDAS NTT, Pina Ekalipta, Kabid Pembinaan DLHK Provinsi NTT, Rudi Lismonu, TNI/Polri, dharma wanita Lingkup Pemprov NTT, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Lingkup Pemprov NTT dan Pemkot Kupang, unsur BBKSDA NTT, para pejalar, mahasiswa, anggota pramuka, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). (ade)

Berita lainnya