Categories Daerah

DLHK NTT Terus Menyosialisasikan Pencegahan Kebakaran Hutan Kepada Masyarakat

KUPANG, NTT PEMBARUAN.id –  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (DLHK NTT) bekerjasama dengan TNI, Polri dan dinas terkait lainnya terus menyosialisasikan tentang pencegahan kebakaran hutan kepada masyarakat.

Sosialisasi itu dalam rangka mencegah terjadinya kebakaran hutan baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Luas kawasan hutan kita di NTT, 1.700 hektare termasuk 1.200 hektar diantaranya masuk dalam status kawasan hutan lindung,  kata  Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Ferdi J. Kapitan kepada NTT PEMBARUAN.id di Kupang,Jumat (30/8/2019).

Ditanya apakah ada laporan dari kabupaten/kota di NTT soal kawasan hutan yang terbakar pada musim panas seperti sekarang ini, jawab Ferdy, secara tertulis memang belum ada laporan dari kabupaten/kota, namun secara lisan sudah ada beberapa  daerah  yang telah  melaporkan kawasan hutannya terbakar, seperti  kawasan hutan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Kabupaten Kupang,  Nagekeo, dan Ngada.

Kapitan mengatakan, secara nasional sudah ada kesepakatan untuk melakukan pembinaan dan  pencegahan terhadap kebakaran hutan itu merupakan tanggungjawab semua pihak antara  lain, pihak kepolisian, TNI, sektor lingkungan hidup dan kehutanan.

“Secara regulasi kita sudah menyurati pemerintah kabupaten/kota se-NTT untuk turut menyosialisasikan kepada masyarakat terkait risiko kebakaran hutan bagi kehidupan manusia, sehingga masyarakat merasa memiliki hutan yang  ada di sekitarnya,” ujar dia.

Kebakaran hutan yang terjadi di NTT selama ini, menurut dia, selain faktor kesengajaan juga pengaruh iklim yang sangat panas, sehingga memudahkan terjadinya kebakaran.  Misalnya, secara  tidak sadar orang  membuang puntung rokok di tengah ilalang kering yang menyebabkan kebakaran hutan.

Karena itu, DLHK NTT bersama TNI, Polri dan instansi terkait lainnya terus membangun komunikasi  dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Sebab, untuk mengurus hutan termasuk mengendalikan kebakaran tidak saja menjadi urusan pemerintah semata, tetapi  juga melibatkan tiga pilar utama dalam pembangunan lingkungan dan kehutanan,  yaitu pemerintah, tokoh  agama, dan tokoh masyarakat.

“Kita terus menerus membangun komunikasi dengan masyarakat, baik secara langsung maupun melalui mimbar-mimbar rumah ibadat  untuk menyuarakan tentang pentingnya hutan bagi kehidupan manusia,” ungkap Ferdy.

Begitu pula tokoh masyarakat, dan pemerintah sendiri terus menyosialisasikan bahwa hutan itu jangan sampai dianggap sebagai sesuatu hal yang susah untuk dijangkau.  Pemerintah telah membuka akses kepada masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan dalam rangka peningkatan ekonomi dan kesejahteraannya.

“ Ini salah satu langkah yang kita jalankan dengan maksud bisa melindungi hutan dari bahaya kebakaran. Kalau di kawasan sekitar hutan itu bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian, dan peternakan otomatis bisa terlindungi dari risiko kebakaran. Itu yang kita kenal dengan sebutan perhutanan sosial, “ urainya.

Kondisi iklim musim kemarau yang panas, menurut dia,  berpotensi terjadinya kebakaran hutan dengan cara membuang puntung rokok di jalan, tetapi ada juga secara sadar masyarakat melakukannya, seperti membersih kebun dengan cara membakar. Diperparah lagi dengan kondisi angin kencang, sehingga memperluas wilayah sebaran kebakaran hutan.

Ada juga unsur kesengajaan dengan cara membakar hutan untuk kepentingan berburu binatang liar, seperti  memburu babi hutan, rusa dan sejenisnya tanpa memikirkan risiko yang menghancurkan konservasi alam.

Kata Ferdi, secara regulasi, pelaku pembakaran hutan itu masuk dalam  kategori kejahatan yang luar biasa dengan lama hukumannya setingkat dengan hukuman pidana bagi pengguna dan pengedar narkotika. (ade)

Berita Terbaru