KUPANG, NTT PEMBARUAN.id – Dalam surat dakwaan Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) berinisial F.L kebagian fee dari proyek pembangunan NTT Fair Tahun 2018 sebesar 6 persen, sedangkan Sekda NTT berinisia, B.P menerima uang fee sebesar Rp 125 juta.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan JPU saat sidang perdana kasus tindak pidana korupsi pembangunan NTT Fair yang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang, Selasa (1/10/2019).
Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan para terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan NTT Fair ini masing-masing, Heri Franklin, S.H, Hendrik Tip,S.H dan Benfrit Foeh, S.H.
Sidang kasus ini dibuat dalam dua dakwaan, dakwaan pertama atas nama terdakwa Fery Jonas Pandi dipimpin hakim ketua, Ikrarniekha Fau,S.H didampingi anggota hakim, Ibnu Kholik,S.H dan Ali Muhtarom,S.H.
Dakwaan kedua atas nama terdakwa Barter Yusuf dan Linda Ludianto yang dipimpin hakim ketua, Fansiska Paula Nino,S.H. Dalam kasus ini, disebutkan kerugian negara sebesar Rp 12.799.476.327 dari total anggaran proyek sebesar Rp 29 miliar.
Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan, kontraktor membagi-bagikan uang fee proyek pembangunan NTT Fair itu kepada sejumlah pejabat dan staf yang berpengaruh dan memiliki peranan penting dalam pengerjaan proyek tersebut antara lain, Mantan Gubernur NTT, F.L menerima fee sebesar 6 persen, dan Sekda NTT, B.P menerima uang fee sebesar Rp 125 juta.
Dalam kasus ini, para terdakwa dijerat pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 Undang- Undang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
Terdakwa Linda Ludianto melalui penasehat hukumnya, Soemarsono kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Tipikor Kupang berjanji akan mengajukan eksepsi pada sidang berikutnya.
Sementara terdakwa Barter Yusuf melalui tim kuasa hukumnya, Fransisco Besi,S.H, Henhany K. Nggebu,S.H dan Petrus Lamaledo, S.H tidak mengajukan eksepsi, melainkan meminta jaksa untuk lanjut pada proses pemeriksaan saksi-saksi.
Kepada wartawan, Fransisco Besi mengatakan, tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan JPU, tetapi diminta jaksa langsung pada tahap pemeriksaan.
Menurut Besi, kliennya tidak terlibat langsung di dalam pengerjaan proyek tersebut, hanya menerima fee dari bendera perusahan yang digunakan oleh pihak lain,dan uang fee sebesar Rp 100 juta yang sudah dikembalikan.
Ia berharap, JPU harus bertindak adil dalam menangani perkara ini. Sebab semuanya sudah terungkap dengan jelas dalam dakwaan setebal 90 halaman, terlebih terhadap nama- nama yang tercantum di dalam dakwaan. Sesunggunya orang-orang itulah yang diproses lebih lanjut, ujarnya.
Pertanyaannya, apakah JPU bisa mempertanggungjawabkan secara hukum, karena hal tersebut sudah tersirat dalam dakwaan JPU sendiri yang dibacakan secara terbuka di persidangan.
Jika mengacu pada dakwaan JPU, lanjut Besi, tersangka seharusnya bertambah, terlebih orang-orang yang namanya masuk dalam dakwaan jaksa, yang selama ini statusnya masih sebatas saksi saja.
Bagi dia, semua yang terlibat dalam perkara ini berpeluang menjadi tersangka, terutama orang-orang yang menerima fee proyek NTT Fair.(ade)