Oleh: Gregorius Ganggur, CGP Angkatan 3, Kabupaten Manggarai
DUNIA Pendidikan Indonesia saat ini sedang melakukan perbaikan mutu secara masif.
Perbaikan tersebut tertuang dalam berbagai bentuk kegiatan pelatihan, pendampingan dan pengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
Salah satunya adalah program Pendidikan Guru Penggerak. Program ini didesain sebagai pengembangan profesi guru sebagai pemimpin pembelajaran era Four Point Ought (4.0).
Tujuan program ini adalah pelatihan dan pengembangan guru sebagai pemimpin pembelajaran agar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik dan proaktif. Melalui program ini, pemerintah mendorong para guru agar mampu mengembangkan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan menuju terciptanya Profil Pelajar Pancasila.
Profil Pelajar Pancasila yang dimaksud adalah seorang peserta didik yang memiliki nilai-nilai karakter yang kuat dalam menghadapi arus perkembangan dan kemajuan teknologi yang semakin canggih.
Nilai karakter yang diharapkan ada dan tumbuh dalam diri peserta didik itu antara lain, beriman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, kreatif, gotong royong, berkebhinekaan global, bernalar kritis dan mandiri.
Guru sebagai garda terdepan dalam pengejawantahan visi Pendidikan Indonesia perlu dilatih, dan dibimbing dalam mewujudkan cita-cita tersebut.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, tentu tidak mudah.
Melalui program Guru Penggerak, guru mendapatkan kesempatan untuk memahami konsep, mengeksplorasi konsep, melakukan refleksi terhadap konsep,melakukan kolaborasi, mendemonstrasikan konsep, menyimpulkan dan pada akhir bermuara pada sebuah aksi nyata di sekolah masing-masing sebagai bentuk penerapan terhadap apa yang telah dipelajari dalam program tersebut dalam mencapai profil peserta didik yang diharapkan saat ini.
Melalui siklus pembelajaran yang sistematis Calon Guru Penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dibekali dengan materi pembelajaran yang bernas.
Materi tersebut dikemas dalam tiga modul pembelajaran yang dapat diakses melalui LMS Guru Penggerak.
Salah satunya adalah pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran abad 21 harus mampu mengelola sumber daya yang ada. Guru sebagai salah satu aset sekolah harus mampu membangun ekosistem sekolah yang dapat mengembangkan daya kreasi peserta didik dalam mewujudkan visi dan misi sekolah.
Agar visi dan misi sekolah tercapai seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran tentu dituntut agar mampu mengidentifikasi semua sumber daya yang dapat menunjang pembelajaran di sekolah.
Sekolah sebagai ekosistem tentunya memiliki aset atau modal.
Sumber daya dimaksud bisa saja dalam bentuk sumber daya biotik ataupun abiotik.
Kedua sumber daya tersebut tentu tidak hanya sumber daya yang ada di sekolah, tetapi juga sumber daya yang ada di luar sekolah atau dengan kata lain sumber daya daerah.
Sekolah Sebagai Ekosistem
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa ekosistem merupakan:
1. Keanekaragaman suatu komunitas dan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan ekologi dalam alam.
2. Keadaan khusus tempat komunitas suatu organisme hidup dan komponen organisme tidak hidup suatu lingkungan yang saling beriteraksi. Sekolah sebagai ekosistem merupakan sebuah interaksi antara faktor biotik yaitu unsur yang hidup dan abiotik atau unsur yang tidak hidup.
Sekolah sebagai sebuah ekosistem dimaksud tentunya memiliki unsur baik unsur biotik maupun unsur abiotik.
Sebagai unsur biotik sebuah sekolah pada dasarnya memiliki unsur:
a. Murid
Murid adalah unsur biotik yang menjadikan sebuah sekolah itu ada. Murid merupakan anak yang sedang berguru atau belajar di sekolah.
b.Guru
Unsur biotik dalam ekosistem sekolah yang memiliki nilai dan peran sebagai pendidik dan pengajar di sekolah.
Guru merupakan sebuah profesi yang tugas utamanya adalah mengajar baik pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah.
c. Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan merupakan anggota masyarakat yang diangkat dan mengabdikan diri untuk menunjang peyelenggaraan Pendidikan di sekolah.
d. Kepala sekolah
Kepala sekolah adalah guru yang mendapatkan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah yang menyelenggarakan proses belajar mengajar.
e. Pengawas sekolah
Guru PNS yang diangkat dalam jabatan pengawas pada satuan Pendidikan.
f. Orang tua murid/komite sekolah
unsur biotik yang merupakan orang tua peserta didik di sekolah yang tentunya memiliki peran yang tak dapat dipisahkan dalam kegiatan belajar peserta didik di rumah.
Dalam koordinasi dan keterlibatan peran orang tua murid dapat pula diwakilkan oleh komite, orang tua murid yakni komite sekolah.
g. Masyarakat sekitar sekolah
Masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah dan tentunya memiliki kepedulian dan perhatian terhadap pendidikan di sekolah.
Selain unsur biotik tersebut di atas, unsur abiotik dalam ekosistem sekolah memiliki kontribusi dan andil besar dalam menunjang aktivitas pembelajaran di sekolah.
Adapun unsur abiotik dalam ekosistem sekolah yaitu keuangan, sarana dan prasarana sekolah.
Sumber Daya Penunjang Sekolah
Sekolah yang baik adalah sekolah yang senantiasa diidamkan oleh anak murid.
Sekolah yang diidamkan anak murid adalah sekolah yang tentu berkualitas.
Sekolah yang berkualitas adalah sekolah yang selalu memiliki cara pandang terhadap ekosistem sebagai kekuatan bukan kelemahan.
Dalam konteks ini, sekolah yang baik menurut Dr. Kathryn Cramer, seorang ahli psikologi adalah sekolah yang senantiasa bertumpu atau berpijak pada pendekatan berbasis kekuatan (Asset Based-Thinking) bukan pendekatan berbasis kekurangan (Deficit Based-Thinking). Pendekatan berbasis kekuatan, adalah sebuah referensi baik bagi sekolah dalam memetakan kekuatan dalam internal sekolah demi menunjang proses pembelajaran.
Sementara itu, sebuah kekuatan atau aset daerah tentu menjadi sebuah kekuatan besar agar dapat menunjang kegiatan sekolah.
Salah satu pendekatan yang baik dalam memaksimalkan aset daerah untuk menunjang sekolah adalah dengan menggunakan kerangka kerja yang dicetus oleh John McKnight dan Jody Kretzmann, pendiri ABCD Institute di Northwestern University yakni Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) atau Asset-Based Community Development (ABCD).
Pendekatan ini menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekadar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna untuk menciptakan warga yang produktif.
Adapun aset atau modal daerah yang dapat menunjang sekolah menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset Building and Community Development, dapat dikelompokan atas tujuh (7) kategori yaitu:
1. Modal manusia,
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yakni pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan dan kecakapan yang dimiliki setiap warga dalam komunitas yang bisa dijadikan kekuatan untuk sekolah.
Sebagai contoh seseorang yang memiliki kecakapan dalam berwirausaha, sekolah dapat menjadikannya sebagi narasumber dalam mengembangkan kewirausahaan anak murid.
Seseorang yang memiliki kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik adalah contoh lain dari modal manusia dapat pula menjadi kekuatan manusia yang ada di daerah dan bisa menjadi kekuatan penunjang kegiatan seni di sekolah.
2. Modal sosial
Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan (networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat.
3. Modal fisik
Modal fisik adalah bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan serta infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.
4 Modal lingkungan alam
Modal ini bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, hasil hutan dan sebagainya.
5. Modal finansial
Modal finansial berupa dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas serta modal pengetahuan daerah sekitar yang dapat dijadikan sebagai narasumber dalam melatih, mengembangkan dan memasarkan karya dan produk peserta didik.
6. Modal politik
Modal ini bisa berupa lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.
7.Modal agama/budaya
Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan) termasuk kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain.
Pengelolaan Sumber Daya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran
Dari pengelompokan aset tersebut di atas baik aset di sekolah itu sendiri maupun aset di luar sekolah atau modal daerah tentunya akan sangat bermanfaat dalam menunjang pembelajaran di sekolah utamanya peserta didik. Dari sebab itu, guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengelola aset sebagai sumber daya dalam pembelajaran. Agar mampu mengelola dengan baik, guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mengelola sumber daya harus mampu melakukan pemetaan atau mengidentifikasi semua asset yang dapat dijadikan sebagai penunjang pembelajaran di sekolah.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu mengelola sumber daya dengan memanfaatkan atau menentukan strategi yang tepat guna pemanfaatannya di sekolah maupun daerah yang bisa memaksimalkan ketercapaian pembelajaran peserta didik.
Dengan kemampuan pemetaan dan penentuan strategi yang tepat tentunya akan memberikan efek positif terhadap kualitas pembelajaran peserta didik.
Keberhasilan dalam pemetaan dan penentuan strategi yang tepat tentu tidak mudah. Oleh karenanya agar pemetaan dan strategi yang ingin diterapkan tepat guna, seorang pemimpin pembelajaran dituntut agar melibatkan seluruh warga sekolah dan atau berkolaborasi dengan pihak lain yang memiliki perhatian terhadap kemajuan sekolah.
Peran dan nilai seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran serta kecerdasan sosial, emosional seorang guru dalam memberdayakan sumber daya yang ada akan memberikan sebuah perubahan dalam kualitas pendidikan sekolah dan peserta didik.
Dengan pemetaan dan penentuan strategi yang tepat melalui pelibatan unsur terkait tentu tidak hanya memberikan dampak positif terhadap kualitas pendidikan siswa, namun lebih dari pada itu akan memberikan sebuah perubahan bagi sekolah menuju visi dan misi yang diharapkan.
Ketika peserta didik mengalami peningkatan kualitas pembelajaran, tentu akan memberikan sebuah efek positif bagi lingkungan dimana peserta didik tinggal atau dalam komunitas yang melibatkan peserta didik.
Sebagaimana (Cunningham, 2012) dalam bukunya ‘Participant Manual of Mobilizing Assets for Community-driven Development’ mengatakan bahwa sekolah merupakan miniatur tatanan kehidupan bermasyarakat di suatu daerah. Sehingga dengan demikian, keberhasilan pembelajaran di sekolah akan memberikan dampak baik dalam tatanan kehidupan bermasyarakat.(***)